Dengan menggunakan teknologi, alokasi bahan baku dan sumber daya lainnya menjadi lebih tepat dan terencana
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid mengatakan bahwa digitalisasi dapat meningkatkan peluang dan daya saing perusahaan dalam menghadapi kondisi perekonomian global pada masa transisi pemulihan COVID-19.

"Di mana ada tantangan, di situ pasti ada peluang bisnis. Peluang ini dapat diraih melalui beberapa hal, salah satunya melalui otomatisasi atau digitalisasi dalam meningkatkan produktifitas dan terus berinovasi meningkatkan nilai tambah barang dan jasa agar perusahaan dapat lebih berdaya saing dan pada saat yang sama meningkatkan efisiensi biaya operasional dalam jangka panjang," ujar Arsjad Rasjid saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Ketua Kadin itu juga menambahkan bahwa selain digitalisasi, perusahaan juga dituntut untuk mengadopsi nilai nilai ESG (Environmental, Social and Governance) dalam meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan yang telah melakukan inisiatif ESG menikmati banyak manfaat. Antara lain 15-30 persen harga lebih tinggi bagi produk dan layanan yang diproduksi secara berkelanjutan di seluruh sektor business to consumer (B2C) dan business to business (B2B) pertumbuhan produk berkelanjutan 50 persen lebih cepat, dan peningkatan return on capital.

Di tahun 2022 ini, Indonesia masih menghadapi banyak ketidakpastian karena COVID-19 belum berakhir. Kasus penyebaran virus COVID-19 secara bertahap menurun pada 2022 dan berbagai pembatasan dilonggarkan, memperkuat harapan untuk pemulihan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan ke-2 merupakan sinyal bahwa negara ini berangsur-angsur pulih karena konsumsi rumah tangga merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi dan produk domestik bruto (PDB) yang menguat.

Namun, ketegangan geopolitik akibat invasi Rusia ke Ukraina berdampak pada Indonesia di dalam negeri di banyak bidang. Pada saat yang sama, Indonesia dan bisa dibilang sebagian besar negara lain di dunia sedang menghadapi tantangan multidimensi dalam menghidupkan kembali sektor kesehatan setelah pandemi, memperkuat ketahanan pangan nasional, dan keamanan energi nasional serta melindungi stabilitas keuangan Indonesia.

Dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi ini, dunia usaha Indonesia harus dapat beradaptasi untuk merespons situasi tersebut. Di saat seperti ini perusahaan dituntut untuk terus mengoptimalkan bisnis mereka.

"Tentunya disamping itu, kolaborasi inklusif antara pemerintah dan swasta sangat dibutuhkan karena dunia usaha tidak bisa menyelesaikan masalah ini sendirian," kata Arsjad Rasjid.

Dalam kesempatan terpisah, peneliti ekonomi Dandy Rafitrandi dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mengatakan bahwa beberapa keuntungan dari tren digitalisasi dan otomatisasi pada masa pandemi adalah meningkatkan efisiensi usaha, memperluas akses dan informasi pasar serta meningkatkan kualitas dan inovasi produk.

"Dengan menggunakan teknologi, alokasi bahan baku dan sumber daya lainnya menjadi lebih tepat dan terencana. Dalam hal penjualan misalnya penggunaan platform e-commerce tidak hanya memberikan akses pasar yang lebih mudah dan luas tapi juga data-data yang terkait dengan informasi pasar yang dapat digunakan oleh usaha untuk menentukan keputusan bisnis," kata Dandy saat dihubungi.

Namun yang harus digarisbawahi perusahaan memerlukan kapasitas dan investasi yang tidak sedikit untuk dapat melakukan digitalisasi contohnya investasi modal (misalnya infrastruktur) dan juga sumber daya manusia. Kedua hal ini menjadi faktor penting bagi proses digitalisasi usaha.

Baca juga: BPOLBF gali potensi pengembangan ekonomi digital Labuan Bajo Flores
Baca juga: Erick Thohir dorong transaksi digital di Pasar Caring Bandung
Baca juga: Menteri Teten sebut 86 persen bisnis UMKM bergantung internet

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022