Membantu mendorong adaptasi masyarakat terhadap dampak iklim
Kupang (ANTARA) - World Agroforestry (ICRAF) Indonesia bersama Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial Provinsi (Pokja PPS) NTT menyusun rencana aksi pengelolaan perhutanan sosial dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang berketahanan iklim di Kupang, Senin.

Kepala Bidang Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Lingkungan dan Perhutani Sosial, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTT Anindya WIdaryati di Kupang, Senin menyatakan bahwa penyusunan rencana aksi itu sebagai salah satu langkah nyata untuk memastikan manfaat sistem pengelolaan hutan lestari dalam kawasan hutan negara, atau hutan hak/hutan.

 Selanjutnya agar dapat dipetik oleh masyarakat setempat, serta meningkatkan keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya.

Anindya WIdaryati menyebutkan NTT memiliki areal perhutanan sosial seluas 496.614,58 hektare. Namun capaian sampai saat ini terlalu kecil yakni 11,6 persen atau .864,13 hektare.

“Hal tersebut disebabkan minimnya anggaran untuk penyediaan fasilitas perizinan, kurangnya sumber daya manusia di lapangan untuk membimbing dan memfasilitasi kelompok, serta kurangnya sosialisasi kepada masyarakat sekitar hutan,” katanya.

Baca juga: Menyiapkan hutan Bowosie jadi destinasi wisata "ecotourism"

Baca juga: Pemda NTT apresiasi ICRAF gelar program adaptasi perubahan iklim


Yeni Frederik Nomeni dari ICRAF Indonesia mengatakan sebagai lembaga penelitian, ICRAF mendukung penuh DLHK NTT dan Pokja PPS terkait penyusunan rencana aksi ini karena selaras dengan tujuan dari upaya untuk perbaikan adaptasi perubahan iklim.

“Akses terhadap perhutanan sosial dan pengelolaan yang baik terhadap fasilitas ini akan membantu mendorong adaptasi masyarakat terhadap dampak iklim,” kata Yeni, yang juga Koordinator Provinsi untuk Proyek Riset Aksi Land4Lives atau Lahan untuk Kehidupan.

Ia menyatakan bahwa dukungan teknis, ICRAF dan DLHK Provinsi akan menyusun sebuah sistem informasi secara bersama-sama yang akan membantu pengelolaan perhutanan sosial di provinsi, termasuk dalam penilaian sumber daya manusia (SDM) dan kebutuhan pengembangan kapasitas petugas perhutanan sosial di berbagai daerah di NTT.

Land4Lives adalah proyek kerja sama Pemerintah Indonesia melalui Bappenas dan Pemerintah Kanada melalui Global Affairs Canada.  Proyek berdurasi 5 tahun atau hingga 2026 ini dilaksanakan di tiga provinsi yakni Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, dan Nusa Tenggara Timur.

Sedangkan fokus proyek ini adalah pada perbaikan pengelolaan bentang lahan, ketahanan pangan, kesetaraan gender dan adaptasi/mitigasi dampak perubahan iklim, yang manfaatnya dapat dinikmati kelompok rentan dalam masyarakat termasuk petani kecil, kelompok perempuan dan anak-anak.

Sementara itu Asisten I Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda NTT Ganef Wurgianto mengatakan rakor yang digelar itu menjadi salah satu bukti NTT bisa pulih lebih cepat dari pandemi COVID-19, bangkit lebih kuat, seperti yang digaungkan oleh pemerintah.

“Saya sampaikan apresiasi setinggi-tingginya untuk Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang memprakarsai kegiatan ini bersama dengan ICRAF Indonesia,” katanya.

Ganef mengatakan, pemerintah pusat secara nasional telah mengalokasikan 12,7 juta hektare untuk perhutanan sosial periode 2015-2019 di seluruh Indonesia. Pencapaian perhutanan sosial sampai 2022 sebanyak 7.479 unit SK untuk hutan atau lebih dari 4.901.000 hektare dan telah melibatkan 1.049.000 keluarga.

Kegiatan tersebut juga disertai dengan pemeran sejumlah produk hutan yang selama ini sudah dihasilkan dan sudah dikelola agar menjadi produk yang disukai banyak orang.

9Baca juga: Icraf gandeng 40 lulusan muda PT untuk penelitian lingkungan

Baca juga: Kanada alokasikan Rp192 miliar dukung mitigasi perubahan iklim


 

Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022