mereka garda terdepan dalam mensukseskan program penguatan budaya literasi
Jakarta (ANTARA) - Seorang pedagang makanan di Jakarta Sutino membuat bemo pustaka yang bertujuan meningkatkan minat baca masyarakat di wilayahnya.

“Awalnya pembuatan bemo pustaka ini, karena teman ingin menjadikannya sebagai internet keliling pada 2010. Namun, karena tidak mengerti internet akhirnya diganti dengan perpustakaan,” kata Sutino dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.

Dia menambahkan semasa bemo belum dilarang, ia berkeliling dari satu sekolah ke sekolah lain pada siang harinya. Pada sore harinya, ia baru menjadi sopir bemo.

Kehadiran bemo pustaka milik lelaki dengan tujuh anak itu sangat dinantikan. Dia menambahkan pernah suatu waktu, bemonya mogok sampai harus didorong. Tapi, anak-anak tetap menungguinya meskipun lama.

Setelah pemerintah melarang peredaran bemo di Jakarta, ia kemudian memarkir bemo pustakan itu di dekat rumahnya dan tetap mempersilakan anak-anak membaca dan meminjam buku.

Baca juga: Wakatobi operasikan kapal perpustakaan keliling
Baca juga: Perpustakaan terapung Pangkalan Utama TNI AL IV berlayar di Bintan

Lain lagi cerita pustaka bergerak yang dilakoni Ridwan Sururi dari Purbalingga. Bermodal kuda putih yang dititipkan kepadanya, Ridwan kemudian meminjam izin kepada pemilik kuda untuk menggunakannya sebagai kuda pustaka.

Ridwan beranggapan kuda pustaka adalah kendaraan yang ideal karena mampu menjangkau desa-desa di pelosok di kaki Gunung Slamet. Dulu, kuda pustaka yang dituntunnya berisikan 136 eksemplar. Setelah viral di media sosial dan diliput media internasional bantuan buku mulai berdatangan.

“Saya dan kuda pustaka berkeliling mendatangi sekolah, madrasah, dan pemukiman warga. Alhamdulillah, pemda kini mulai berikan dukungan untuk berkolaborasi program inklusi sosial, seperti pelatihan membuat kue, kerajinan barang bekas, sampai pelatihan fotografi,” imbuh dia.

Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Perpusnas, Deni Kurniadi, mengatakan kehadiran pustaka bergerak adalah upaya mendatangi masyarakat luas (jemput bola) khususnya di daerah atau wilayah yang memiliki keterbatasan akses informasi dan transportasi terbatas.

“Mereka bergerak secara kreatif menggunakan ide-ide kreatifnya menyalurkan bahan bacaan menggunakan medium seperti perahu, kuda, gerobak, kereta, pedati, ojek, motor, becak, bemo, ransel, sepeda, hingga noken, yang disulap atau dimodifikasi sedemikian rupa menjadi alat antar bahan bacaan,” kata Deni.

Baca juga: Bintara TNI AD fungsikan motor sebagai perpustakaan keliling
Baca juga: Polisi di Belu sulap motor dinas jadi perpustakaan mini

Uniknya, lanjut dia, pengelola pustaka bergerak datang dengan latar profesi yang berbeda, seperti tukang rawat kuda, tukang tambal ban, mantan wartawan, seniman, atau mahasiswa.

“Secara sederhana, eksistensi pustaka bergerak adalah gerakan literasi yang menumbuhkan toleransi,” kata Deni lagi.

Sedangkan, Kepala Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca Perpusnas, Adin Bondar, menambahkan relawan pustaka bergerak bekerja tanpa dibayar.

“Mereka berkontribusi agar pengetahuan dan informasi masyarakat Indonesia sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia. Mereka garda terdepan dalam mensukseskan program penguatan budaya literasi yang masuk ke dalam pembangunan revolusi mental,” jelas Adin.

Baca juga: Ada pendongeng di mobil perpustakaan keliling Banjarmasin
Baca juga: 300 koleksi buku jadi hiburan anak-anak pencari suaka
Baca juga: Askrindo serahkan becak pustaka bertenaga listrik di Yogyakarta

 

Pewarta: Indriani
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022