Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin, memvonis rekanan Perjan Radio Republik Indonesia (RRI) Faharani Suhaimi enam tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan alat pemancar terkait sosialisasi pemilu 2004. Mansyurdin Chaniago, Ketua Majelis Hakim saat membacakan vonis dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, menyatakan, Faharani bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. "Terdakwa, melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diperbaharui oleh UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP," kata Mansyurdin Chaniago. Pada bagian lain amar putusannya, majelis hakim menilai perbuatan Faharani yang meminjam bendera perusahaan lain untuk mengikuti tender pengadaan alat pemancar, STL Downlink, Telepon Satelit dan ban OB Van bertentangan dengan Keppres nomor 18 tahun 2000 tentang pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah. "Alasan terdakwa yang menyatakan bahwa ijin usaha perusahaannya telah habis dan oleh karena itu meminjam nama perusahaan lain untuk mengikuti tender proyek tersebut dan kemudian membayar sejumlah uang kepada pemilik perusahaan tersebut merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan," kata salah seorang anggota majelis hakim Dudu Duswara saat membacakan pertimbangan hukum dalam amar putusan. Selain itu, masih menurut majelis hakim, akibat perbuatan itu maka terdakwa tidak memberikan kesempatan pada pengusaha yang lain untuk secara transparan ikut serta dalam tender proyek tersebut dan bertentangan dengan Keppres 18 tahun 2000. Majelis juga menilai bahwa tindakan Faharani yang membawa dokumen pengadaan barang dari Jakarta ke Bali untuk ditandatangani oleh sejumlah pejabat RRI yang sedang melakukan rapat kerja di pulau Bali menyalahi peraturan yang ada. "Tindakan terdakwa yang membawa dokumen itu ke Bali dan memintanya untuk ditandatangani oleh sejumlah pejabat RRI tidak sesuai dengan Keppres tersebut karena belum dilakukan pengecekan dan pengerjaan secara tuntas dari barang yang terkait dengan proyek itu," kata I Made Hendra, anggota majelis hakim Tipikor lainnya. Selain memvonis enam tahun penjara, majelis hakim juga menghukum Faharani membayar denda sebesar Rp300 juta subsider tiga bulan penjara dan membayar ganti kerugian negara sebesar Rp8,5 miliar sebagaimana uang yang telah disita dari terdakwa pada saat proses penyidikan. Menanggapi putusan itu Faharani menyatakan banding karena menilai hukuman itu terlalu berat dan ia menyatakan tidak ada kerugian negara. "Saya banding, hal yang perlu diketahui adalah saya hanya pelaksana. Uang yang Rp2 miliar untuk RRI pun bukan saya yang beri tapi Direktur Utama RRI saat itu Pak Suryanta Saleh yang minta untuk keperluan RRI," kata Faharani. Sementara itu penasehat hukum Faharani Eddy Sumantri menyatakan bahwa pertimbangan hukum dari majelis hakim sangat dangkal. "Kalau masalah mendapat keuntungan dari proyek itu, saya rasa semua pengusaha juga begitu, sehingga saya nilai pertimbangan hukum dari hakim dangkal," katanya. Sedangkan JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan pikir-pikir atas putusan itu meski vonis hakim lebih ringan 5 tahun dari tuntutan mereka yaitu 11 tahun penjara. Faharani bersama-sama mantan Direktur Administrasi dan Keuangan Perjan RRI Suratno, menurut JPU, telah melakukan kerja sama untuk menjadikan perusahaan dari Faharani sebagai pemenang lelang. "Dari tiga kontrak pengadaan barang itu, negara dirugikan sebesar Rp20,2 miliar," kata anggota JPU lainnya Zet Tadung Alo. Suratno divonis empat tahun penjara, membayar denda Rp200 juta subsider dua bulan penjara dan membayar ganti rugi negara sebesar Rp301 juta dalam persidangan yang berlangsung awal bulan ini.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006