Surabaya, (ANTARA News) - Sungai Brantas yang berada di wilayah Jawa Timur saat ini menghadapi tiga ancaman serius yang berdampak pada memburuknya sisten Daerah Aliran Sungai (DAS) dan merosotnya fungsi daerah tangkapan air. Demikian disampaikan Direktur Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton), Prigi Arisandi kepada ANTARA di Surabaya, Senin malam (27/3) terkait penelitian yang dilakukan terhadap kondisi Sungai Brantas beberapa waktu terakhir. "Dari hasil penelitian yang kami lakukan selama ini, secara umum Sungai Brantas saat ini sedang menghadapi tiga ancaman serius yang harus mendapat perhatian dari pemerintah daerah dan pusat," katanya. Ancaman pertama adalah sedimentasi (endapan lumpur) di bagian hulu yang makin kritis, kemudian degradasi dasar sungai dan ketiga aktivitas pencemaran yang makin meningkat. Soal sedimentasi, Prigi mencatat di Waduk Sengguruh, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, yang berfungsi menampung air dari Sungai Lesti (hulunya di Semeru) dan Sungai Brantas (Kelud), saat ini sudah tidak mampu menahan laju sedimentasi berupa melimpahnya volume lumpur dalam waduk yang mencapai lima juta meter kubik per tahun. "Sementara kemampuan Perum Jasa Tirta untuk melakukan pengerukan hanya sebesar 200.000 meter kubik per tahun. Ini semua disebabkan kondisi hulu Sungai Brantas yang telah mengalami alih fungsi lahan," katanya. Percepatan sedimentasi tersebut dipicu hilangnya hutan dan beralihnya fungsi kawasan lindung menjadi kawasan terbangun atau daerah perkebunan, seperti di wilayah Batu, lereng Pegunungan Welirang dan Arjuno. Terkait degradasi dasar Sungai Brantas, Prigi Arisandi yang alumni Unair Surabaya ini menyebut aktivitas penambangan pasir yang menggunakan ponton (alat penyedot bermesin diesel) yang marak di sepanjang poros sungai mulai Kediri, Jombang hingga Mojokerto sebagai penyebab utamanya. "Saat ini dampaknya telah dirasakan, seperti kerusakan tanggul di Desa Mlirip, Mojokerto dan longsornya gronjong penahan tanggul di Desa Kudu, Jombang," katanya. Tanpa menyebut angka, Prigi mengatakan penambangan pasir dengan menggunakan mesin mekanik yang berlangsung sejak 2004, mengakibatkan peningkatan volume pasir yang tersedot dibandingan tahun 1991-2000. "Apabila aktivitas penambangan pasir ini tidak segera dihentikan, dikhawatirkan akan mengancam bangunan jembatan dan pintu air yang ada di sepanjang Sungai Brantas," tegas Prigi. Mengenai pencemaran Sungai Brantas, Ecoton menyebutkan terdapat sekitar 330 ton per hari limbah cair dihasilkan aktivitas manusia di sepanjang DAS Brantas, baik dari industri maupun limbah domestik pemukiman, rumah sakit dan hotel. "Hingga saat ini, terdapat sekitar 483 industri yang mempunyai pengaruh secara langsung terhadap Sungai Brantas dengan kontribusi pencemaran sebesar 125 ton per hari," kata Prigi. Pencemaran ini mengakibatkan meningkatnya biaya operasional beberapa PDAM yang mengambil bahan baku air dari Sungai Brantas dan tidak berfungsinya ekosistem sungai, sehingga menimbulkan degradasi kualitas lingkungan.(*)

Copyright © ANTARA 2006