Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Prasetyo mengatakan, pengajuan Grasi kembali yang dilakukan oleh terpidana mati kasus kerusuhan Poso yaitu Fabianus Tibo (60), Dominggus da Silva (42), dan Marinus Riwu (48) merupakan hal yang menyalahi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. "Pengajuan Grasi kembali yang belum sampai dua tahun dari penolakan itu menyalahi Undang-Undang Grasi," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Selasa sore. Pada hari ini (Selasa, 28/3) di PN Palu, Sulawesi Tengah, pihak keluarga tiga terpidana itu mendaftarkan pengajuan grasi kembali pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memperoleh pengurangan hukuman dari pidana mati menjadi hukuman penjara seumur hidup. Beberapa alasan dikemukakan mereka dalam mengajukan grasi kembali, antara lain Tibo dkk sudah memperoleh putusan berkekuatan hukum tetap (in kracht) dan selain ketiga terpidana mati hingga kini masih memperjuangkan keadilan dan kebenaran. JAM Pidum mengatakan, dalam UU RI nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi dalam pasal 3 diatur bahwa "permohonan grasi hanya dapat diajukan 1 (satu) kali, kecuali dalam hal (a) terpidana yang pernah ditolak permohonan grasinya dan telah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal penolakan permohonan grasi tersebut." Dalam UU Grasi diatur mengenai pembatasan putusan pengadilan yang dapat diajukan grasi paling rendah dua tahun serta ditegaskan bahwa permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan putusan, kecuali terhadap putusan pidana mati. "Grasi mereka telah ditolak pada November 2005, belum setahun mereka mengajukan upaya grasi kembali," ujar Prasetyo. Fabianus Tibo, Marinus Riwu dan Dominggus da Silva dijatuhi dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Palu pada 5 April 2001. Ketiganya dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan pembunuhan berencana, sengaja menimbulkan kebakaran dan penganiayaan yang dilakukan bersama-sama secara berlanjut. Putusan atas tiga orang itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Sulteng pada 17 Mei 2001, demikian pula dengan pengajuan kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung (MA) juga ditolak pada 11 Oktober 2001. Tiga terpidana itu juga mengajukan upaya Peninjauan Kembali (PK) yang juga ditolak pada 31 Maret 2004. Setahun berikutnya mereka mengajukan grasi atau pengampunan dari Presiden pada Mei 2005 dan ditolak oleh Presiden Yudhoyono pada 10 November 2005. Saat ini, selain mengajukan grasi, tiga terpidana itu melalui pengacaranya melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) II di PN Palu, Sulteng. Dalam permohonan PK II, Penasihat Hukum Tibo Cs yaitu Roy Rening mengajukan alasan dan bukti baru atau novum, namun Kejaksaan Agung menolak upaya hukum tersebut dengan alasan seluruh upaya hukum telah ditempuh dan tiga terpidana telah menggunakan hak hukumnya hingga grasinya ditolak pada November 2005. "Sikap penolakan itu kita nyatakan dengan ketidakhadiran jaksa di sidang PK II dan menyampaikan surat keberatan ke Ketua PN Palu," ujar JAM Pidum Prasetyo. Sebelumnya, pihak Kejaksaan selaku eksekutor menyatakan pelaksanaan eksekusi terhadap Tibo dkk akan dilaksanakan pada akhir Maret 2006.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006