Jakarta (ANTARA News) - Kesediaan lima tokoh Islam moderat Indonesia untuk berdialog dengan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, di Kantor Kepresidenan Jakarta, Kamis, patut dihargai, karena merupakan kesempatan bagi mereka guna menjelaskan Islam dan posisi umat Islam tentang berbagai kasus, selain mendukung terwujudnya dialog Islam-Barat. Pandangan itu disampaikan Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Muhammad Ismail Yusanto, dan Ketua Front Pembela Islam (FPI), Habib Riziek, menanggapi dialog Blair dengan lima tokoh Islam moderat yang turut dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. HTI dan FPI selama ini dinilai banyak kalangan Barat sebagai kelompok Islam garis keras. Dalam pandangan Yusanto "(Dialog) itu adalah kesempatan langsung untuk bertemu Blair. Tapi yang penting adalah kita ini menilai Blair sebagai apa dan siapa. Ini terkait dengan apa yang ia lakukan terhadap dunia Islam, seperti Irak. Dia menjadi sekutu AS untuk menghancurkan sebuah negara yang pernah menjadi pusat kekhalifahan Islam." Menurut dia, PM Blair dan Presiden AS, George W.Bush yang berdalih ingin menghancurkan senjata pemusnah massal (WMD) Irak namun ternyata itu sebuah kebohongan belaka adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap kehancuran negara Islam itu. "Artinya Blair dan Bush telah melakukan sebuah kebohongan dan sebuah kesalahan. Imam Samudra di pengadilan mengatakan ia keliru karena telah menyangka bahwa orang-orang di klub malam di Bali itu adalah warga Amerika Serikat, ternyata Australia. Untuk kekeliruan itu, ia akan dihukum mati." "Bush dan Blair menyerang Irak untuk memusnahkan WMD. Artinya mereka itu keliru. Pertanyaannya adalah apa hukuman yang pantas buat kedua orang ini?" tanya Yusanto. Dalam pandangan Yusanto "Jika semua orang konsisten dengan definisi terorisme, yakni orang atau kelompok yang dalam meraih tujuannya menggunakan kekerasan, apa yang dilakukan Bush dan Blair di Irak itu adalah kekerasan dan bahkan tidak jelas tujuannya apa. Maka sesungguhnya mereka juga adalah teroris." "Menurut saya, semestinya, terhadap mereka itu, hukuman yang layak adalah hukuman yang dijatuhkan kepada Imam Samudera," katanya. Hukuman sama Yusanto lebih lanjut mengatakan terpidana mati kasus Bom Bali 12 Oktober 2002, Imam Samudera, itu menghancurkan sepenggal jalan di Legian, bukan seluruh jalan di Denpasar atau Indonesia, menyebabkan 200 orang tewas dan ratusan llainnya terluka serta ratusan bangunan hancur. "Namun apa yang dilakukan Blair dan Bush adalah mereka menghancurkan seluruh Baghdad dan seluruh Irak, bukan 200 orang meninggal, tetapi 120 ribu lebih orang tewas, bukan ratusan bangunan yang hancur melainkan seluruh negeri hancur. Nah perspektif seperti ini yang seharusnya dibawa ke dialog itu. Kalau kita tidak menggunakan perspektif seperti tadi, maka kita seolah-olah menggunakan kacamata rabun," katanya. Akan halnya Yusanto, Habib Rizieq pun menyambut baik dan menghargai terselenggaranya dialog antara PM Blair dan Abdullah Gymnastiar alias Aa' Gym, Nazaruddin Umar, Azyumardi Azra, Quraish Shihab dan Din Syamsuddin itu. Ketua PBNU, Hasyim Muzadi, yang juga diundang untuk bertemu dengan Tony Blair tidak datang karena masih berada di luar kota. Hanya saja, mereka itu tidak mewakili suara seluruh umat Islam Indonesia, katanya. Namun, Habib mengemukakan ia percaya para tokoh Islam itu juga menjadi "penyambung lidah bagi kelompok Islam yang lain". Agenda tersembunyi? Menyinggung tentang misi kunjungan PM Blair di Jakarta, Habib mengatakan ia mengkhawatirkan adanya agenda terselubung yang tidak menguntungkan posisi Indonesia. Orang nomor satu di FPI itu bahkan menyebut kunjungan Blair sebagai "kunjungan yang tidak simpatik karena ada indikasi kuat kalau mereka mempunyai sejumlah agenda busuk yang tidak menguntungkan umat Islam bahkan tidak juga menguntungkan Indonesia." "Agendanya antara lain terkait dengan adanya gejolak anti perusahaan asing di Indonesia. Bisa jadi Tony Blair punya kekhawatiran yang sama demi mempertahankan hegemoni mereka. Kedatangan Blair ini berlangsung menjelang masa pembebasan Ustadz Abubakar Ba`asyir sekitar Juni atau Juli mendatang. Kehadiran mereka ini bisa jadi untuk menekan pemerintah agar Ustadz tidak dibebaskan," katanya. Agenda lainnya adalah terkait dengan Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) beberapa waktu lalu yang menyatakan bahwa paham-paham liberalisme dan sekularisme adalah sesat dan menyesatkan, katanya. "Bisa saja mereka (pihak Blair) melihat fatwa MUI itu sebagai batu ganjalan untuk melakukan liberalisasi dan sekularisasi pola hidup masyarakat Indonesia. Mereka anggap hal itu berbenturan dengan nilai-nilai hidup mereka. Tidakkah globalisasi identik dengan westernisasi," katanya. Dunia damai Sebelumnya, dalam dialog dengan kepala pemerintahan Inggris itu, Aa' Gym menekankan bahwa dunia akan damai jika semua pemimpin mempunyai hati nurani. "Jika para pemimpin punya hati nurani maka berbagai masalah akan dibicarakan," kata Aa Gym seraya menambahkan, pertemuan dengan PM Tony Blair tersebut bermanfaat karena minimal para tokoh Islam telah menyampaikan berbagai aspirasinya. Masalah yang dibicarakan cukup bervariasi mulai dari situasi di Irak karena tentara Inggris juga ada di sana bersama tentara Amerika Serikat hingga peningkatan hubungan dan saling pengertian di antara ummat Islam dengan warga dunia lainnya yang non-Muslim. Berbeda dengan Muhammad Ismail Yusanto dan Habib Riziek yang menghargai adanya dialog itu, Ketua Data dan Informasi Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI), Fauzan Al Anshori, berpendapat, pertemuan tersebut sejak awal sudah kehilangan maknanya karena tidak menyertakan utusan dari kelompok-kelompok yang selama ini dianggap "radikal" mengingat pembicaraan itu menyinggung isu-isu penting, seperti terorisme dan Jihad, yang sering dituduhkan kepada mereka. "Dialog itu tidak komprehensif dan kehilangan makna yang sangat signifikan, kecuali kalau (dialog itu) menyertakan utusan dari kelompok-kelompok yang dianggap radikal seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI)," katanya. Model dialog seperti ini lazim dilakukan Inggris, Amerika Serikat (AS) dan Israel di Palestina. Mereka hanya mau melakukannya dengan kelompok Al Fatah, namun tidak dengan Hamas padahal Hamas sekarang ini merupakan pemenang Pemilu yang diselenggarakan secara jujur dan adil, kata Fauzan. Dalam kunjungan dua harinya itu, selain bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan berdialog dengan lima tokoh Islam, Blair yang tiba di Jakarta, Rabu malam, ini juga mengunjungi Pesantren Darunnajah Jakarta Selatan dan menghadiri pertemuan dengan sejumlah pengusaha Inggris sebelum bertolak ke negaranya, Kamis malam. (*)

Copyright © ANTARA 2006