Atambua, NTT (ANTARA News) - Penyelundupan bahan bakar minyak (BBM) dari Indonesia ke Timor-Timur (Timtim) melalui jalur darat Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) kian marak. "Sebenarnya sejak Timtim lepas dari Indonesia September 1999 penyelundupan BBM dari wilayah Belu ke Timtim selalu terjadi melalui `jalan tikus`, namun kadang terhenti jika ada insiden di perbatasan," kata seorang warga Belu utara, Rufinus M Luan di Raihat, sekitar 60 km utara Kota Atambua, Sabtu. Selama bulan Maret ini, katanya, penyelundupan BBM sangat marak terutama di wilayah Belu bagian utara yang berbatasan langsung dengan Distrik Bobonaro. Dia mengatakan, penyelundupan minyak tanah, bensin dan solar terhenti pada awal Januari hingga Februari karena pada 6 Januari terjadi penembakan tiga WNI eks Timtim yaitu Candido Mariano, Jose Mausorte dan Stanis Maubere di DAS Malibaca. Insiden tersebut membuat para penyelundup menghentikan operasinya selama sebulan lebih dan mulai Maret aktivitas itu kembali marak. Bahkan semakin berani dan penyelundup tidak lagi menggunakan jerigen berisi 5 hingga 20 liter, melainkan sudah dalam ukuran drum berisi sekitar 300 liter. "Itu berarti aktivitas jual-beli BBM secara ilegal ini tidak lagi dilakukan rakyat kecil yang bermukim di desa-desa terpencil melainkan sudah ada kerjasama yang rapi antarpenyelundup dengan oknum tertentu," katanya. Menurut Rufinus, tidak mungkin rakyat kecil bisa mendatangkan dalam jumlah yang banyak dalam jarak yang jauh dari Atambua menuju tapal batas sekitar 60-80 km membutuhkan kendaraan angkutan truk atau sejenisnya. Menurut dia, untuk membawa BBM dari Atambua, ibukota Kabupaten Belu menuju daerah tapal batas, para penyelundup ini memperhitungkan berbagai hal antara lain, situasi dan kondisi masyarakat di desa yang biasanya berisitrahat malam sekitar Pukul 22.00 Wita agar tidak dicurigai warga. BBM ilegal dikirim melalui tapal batas Belu bagian utara ke perbatasan Distrik Bobonaro pada malam hari, demikian juga dengan negosiasinya. Dia mengaku, beberapa titik tertentu telah menjadi lokasi transaksi BBM oleh para penyelundup yaitu wilayah Makir, Lamaksenulu dan Builalu yang letaknya berbatasan langsung dengan Distrik Bobonaro, Timtim. Dari penelusuran Wartawan ANTARA di wilayah Raihat Jumat malam sekitar pukul 24.00 WITA, tampak beberapa truk beratap terpal membawa drum-drum minyak datang dari arah Atambua melalui Belu bagian utara menuju tiga titik "jalan tikus" yaitu Makir, Lamaksenulu dan Builalu. Tampak empat truk roda enam dengan kecepatan tinggi memasuki wilayah Kecamatan Lamaknen. Perjalanan kendaraan angkutan BBM selundupan itu sangat lancar sementara penduduk yang bermukim di sapanjang ruas jalan tersebut sudah tertidur pulas. Lingkungan sekitar daerah perbatasan sangat gelap karena terdapat hutan jati, jambu mete dan kemiri yang sangat lebat. Tidak ada satu alat penerangan jalan pun di wilayah ini karena jalur jalan ini termasuk dalam wilayah pedesaan terpencil. Salah seorang warga Lamaknen, Antonius Mau Lole, mengatakan, petugas keamanan sering melakukan penahanan terhadap warga yang membawa BBM dalam jerigen berukuran lima hingga 20 liter. Minyak tanah, bensin dan solar yang dibawa itu ditahan aparat keamanan di pos jaga untuk diproses lebih lanjut. "Namun aparat keamanan tidak mampu menahan kendaraan truk yang mengangkut BBM dalam jumlah yang banyak karena kendaraan itu melaju sangat cepat. Aparat keamanan hanya mampu menahan para pejalan kaki tetapi belum mampu menahan pengemudi angkutan BBM ke wilayah tapal batas itu," katanya. Dia mengatakan, para penyelundup pun mungkin sudah tahu waktu yang tepat untuk membawa BBM dengan menggunakan kendaraan truk ketika aparat keamanan di pos jaga berada dalam keadaan mengantuk antara pukul 02.00 hingga 04.00 pagi.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006