"Pendidikan perguruan tinggi tidak boleh menjadi 'menara gading' dalam segala dimensi pemaknaan-nya, yaitu sulit dijangkau akses-nya,” ucap Bamsoet.
Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI sekaligus Dosen Tetap (NIDK) Universitas Terbuka Bambang Soesatyo mendukung program wajib kuliah untuk pemerataan akses pendidikan hingga perguruan tinggi.

“Pendidikan tinggi harus dapat dijangkau dan diakses sebesar-besarnya oleh masyarakat, dan bukan menjadi barang eksklusif yang hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil atau segelintir kelompok masyarakat," kata Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.

Pada periode tahun 2030-2040, Indonesia diprediksi akan mengalami periode puncak bonus demografi. Penduduk usia produktif, yakni yang berada di rentang usia 15-64 tahun, jumlahnya akan lebih besar dibandingkan penduduk usia non-produktif.

"Agar dapat memetik manfaat bonus demografi secara optimal, maka ketersediaan sumber daya manusia usia produktif yang melimpah harus diimbangi dengan peningkatan kualitas dari sisi pendidikan dan keterampilan, agar memiliki daya saing dalam menghadapi keterbukaan pasar tenaga kerja," ujar Bamsoet dalam acara Seminar Wisuda Unit Program Belajar Jarak Jauh Universitas Terbuka Purwokerto secara daring dari Jakarta, Senin.

Bamsoet menegaskan, pada prinsipnya, hak untuk mendapatkan pendidikan dalam berbagai jenjang adalah hak setiap warga negara yang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi. Dalam konsepsi inilah, maka pemerataan akses pendidikan pada jenjang perguruan tinggi harus difasilitasi oleh negara secara optimal.

"Pendidikan perguruan tinggi tidak boleh menjadi 'menara gading' dalam segala dimensi pemaknaan-nya, yaitu sulit dijangkau akses-nya,” ucap Bamsoet.

Ketua MPR ini menambahkan, salah satu daya dongkrak bagi peningkatan kompetensi dan daya saing sumber daya manusia adalah pemerataan akses pendidikan tinggi. Namun, pada kenyataannya, merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, dari sekitar 138 juta angkatan kerja pada 2020, hanya sekitar 10-12 persen yang merupakan lulusan perguruan tinggi.

Fakta lain, ucapnya melanjutkan, setiap tahun, dari sekitar 3,7 juta lulusan SMA dan sekolah sederajat, sekitar 1,9 juta orang di antaranya tidak melanjutkan kuliah.

"Untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju, kita membutuhkan lebih banyak lagi sumber daya manusia berkualitas. Oleh karena itu, konsep pemerataan pendidikan tinggi yang diusung oleh UT, sebagai institusi pendidikan yang berupaya 'menjangkau yang tidak terjangkau', menjadi prinsip yang sangat relevan dan kontekstual,” kata Bamsoet.

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022