Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan adanya jual beli lahan untuk pelabuhan dalam kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi pemberian izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

KPK mengonfirmasi hal itu kepada saksi bernama Novri Ompusunggu, anggota DPR RI, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/9), dalam penyidikan kasus tersebut. Adapun, dalam jadwal pemeriksaan KPK, Novri disebut sebagai wiraswasta.

"Dikonfirmasi antara lain pengetahuan saksi terkait dengan adanya jual beli lahan yang kemudian dijadikan sebagai pelabuhan untuk kebutuhan aktivitas pertambangan dari beberapa perusahaan pertambangan yang dikendalikan tersangka MM (Mardani H. Maming/mantan Bupati Tanah Bumbu)," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu.

KPK telah menetapkan Mardani sebagai tersangka kasus tersebut.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa Mardani selaku Bupati Tanah Bumbu periode 2010—2015 dan periode 2016—2018 memiliki kewenangan, di antaranya memberikan persetujuan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) di Tanah Bumbu.

Pada tahun 2010, KPK mengungkapkan salah satu pihak swasta bernama Henry Soetio selaku pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) seluas 370 hektare di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu.

Agar peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN bisa segera mendapatkan persetujuan Mardani, ada dugaan Henry Soetio melakukan pendekatan dan meminta bantuan kepada Mardani.

KPK menduga Mardani menerima uang dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar RP104,3 miliar dalam kurun waktu 2014—2020.

Sementara itu, Mardani mengaku peralihan tersebut sudah sesuai dengan prosedur.

"Masalah IUP itu sudah berjalan dan ada paraf kadis sebagai penanggung jawab dan itu sudah disidangkan di Pengadilan Banjarmasin," ucap Mardani di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/7).

Ia juga menyatakan bahwa kasus yang menjeratnya itu murni masalah urusan bisnis.

"Kedua yang dinyatakan gratifikasi itu murni masalah business to business. Tidak mungkin saya sebodoh itu melakukan gratifikasi melalui transfer, bayar pajak, dan sekarang itu dalam PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang), pengadilan utang piutang. Murni business to business," kata dia.

Baca juga: KPK konfirmasi saksi soal dugaan aliran uang dalam kasus Mardani
Baca juga: Maming dikonfirmasi soal IUP ke perusahaan yang diduga dikendalikannya

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022