Mogadishu (ANTARA) - .Kepala badan bantuan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin (5/9) memperingatkan krisis kemanusiaan di Somalia yang dilanda kekeringan, seraya mengatakan bahwa negara tersebut berada di ambang kelaparan untuk kedua kalinya sejak 2011.

Martin Griffiths, Undersecretary-General untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat PBB, mengatakan pada konferensi pers di Mogadishu, ibu kota Somalia, bahwa kekeringan parah yang melanda Somalia berpotensi mendorong beberapa bagian di negara tersebut ke dalam bencana kelaparan pada akhir 2022.

"Kelaparan sudah di ambang pintu, dan hari ini kita menerima peringatan terakhir. Saya sangat terkejut dalam beberapa hari terakhir ini oleh tingkat penderitaan yang dialami oleh begitu banyak rakyat Somalia," kata Griffiths di akhir kunjungannya selama lima hari ke Somalia.

Laporan Analisis Ketahanan Pangan dan Gizi Somalia yang dirilis pada Senin menunjukkan indikasi nyata bahwa kelaparan akan terjadi di dua daerah di wilayah Teluk (Distrik Baidoa dan Distrik Burhakaba) di Somalia tengah-selatan antara Oktober dan Desember.
 
   Menurut laporan tersebut, dengan curah hujan yang buruk selama lima musim berturut-turut, habisnya kemampuan bertahan masyarakat yang terdampak, menipisnya aset mata pencaharian, serta berbagai faktor lain yang memperburuk situasi, bantuan kemanusiaan akan diperlukan untuk mengatasi tingkat kebutuhan yang tinggi setelah Desember 2022


"Saya ulangi: Ini adalah peringatan terakhir bagi kita semua. Situasi dan tren ini mirip dengan yang terjadi pada 2010-2011, dalam krisis itu. Namun, sekarang lebih buruk," ujar Griffiths.

Kegagalan empat musim hujan berturut-turut yang belum pernah terjadi sebelumnya, konflik puluhan tahun, pengungsian besar-besaran, dan masalah ekonomi yang parah mendorong banyak warga ke ambang kelaparan, lanjutnya.

"Dan kondisi ini kemungkinan akan berlangsung hingga setidaknya Maret 2023," kata Griffiths, seraya menyoroti Baidoa sebagai pusat krisis kemanusiaan di Somalia.

"Ini bukan satu-satunya tempat yang membutuhkan, tetapi merupakan salah satunya. Di kamp-kamp pengungsi, kami melihat kelaparan luar biasa. Di rumah sakit di Baidoa, kami melihat anak-anak yang begitu kekurangan gizi sehingga hampir tak dapat berbicara," imbuhnya.

PBB mengatakan wilayah Teluk juga menjadi pusat krisis kemanusiaan pada 2017 ketika kekeringan parah menyebabkan populasi pengungsi dan agropastoral menghadapi risiko kelaparan, yang hanya dapat dihindari berkat bantuan kemanusiaan yang tepat waktu, kuat, dan berkelanjutan.

Disampaikan Griffiths bahwa 1,5 juta anak di seluruh Somalia akan mengalami kekurangan gizi akut pada Oktober jika kondisi saat ini tetap berlanjut. "Kekeringan ini, yang terburuk dalam empat dekade, diperkirakan akan terus berlanjut. Ini, dalam kata-kata yang sering digunakan, dan tak ada yang lebih tepat lagi, adalah bencana kemanusiaan. Kami tahu bahwa kebutuhan akan meningkat," ungkapnya. 


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2022