Jakarta (ANTARA News) - Kartun yang menggambarkan Pesiden Susilo Bambang Yudhoyono di koran The Australian tidak perlu ditanggapi dengan keras, untuk membuktikan bangsa Indonesia tidak terpengaruh oleh siasat asing merusak bangsa ini. "PM Howard sendiri ketika karikaturnya dimuat media di Indonesia tidak melakukan reaksi keras. Ini membuktikan mereka mampu memberi citra sebagai bangsa yang besar dan kokoh dari pengaruh luar," kata anggota Fraksi PDIP DPR, Alfridel Jinu, di Jakarta, Minggu. Dia berpendapat, energi bangsa ini jangan sampai terkuras untuk masalah kartun Presiden. Yang jauh lebih penting adalah energi yang ada digunakan bagaimana agar rakyat bisa bebas dari kemiskinan dan atau kelaparan. Jangan sampai terkesan "baru dibuat kartun saja bangsa ini sudah panik". "Jangan sampai kesalahan bangsa lain, kita bereaksi keras, tapi kebijakan pemerintah yang bisa mengsengsarakan rakyat malah diam," katanya. Karikatur Presiden itu tidak mendesak dan tidak penting ditanggapi. Rakyat jangan lebih bersikap dari presidennya yang cukup dengan geleng-geleng kepala saja. Seperti yang diungkapkan dua jubirnya, Andi Mallarangeng dan Dino Pati Djalal, Presiden hanya "geleng-geleng kepala saja" menanggapi kartun di media Australia. "Sikap itu bisa bermakna, kita memang sudah sangat lemah terhadap Australia atau karikatur itu tidak harus ditanggapi Presiden," katanya. Dia mengatakan jangan terlalu berharap ada reaksi keras dari pemerintahan tentang pemuatan karikatur Presiden. "Memang karikatur itu bisa mengusik rasa kebangsaan, tapi ketika 42 warga Papua diberi visa oleh pemerintah Australia yang secara sah dan menyakinkan merusak kedaulatan Indonesia, pemerintah Indonesia sangat lemah dengan menyatakan tidak akan melakukan pemutusan hubungan diplomatik," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006