Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR, Effendi Choiri, mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajukan gugatan secara hukum kepada harian "The Weekend Australian" yang telah melakukan penghinaan melalui gambar karikatur. "Sebagai pemimpin bangsa besar, Presiden harus berani memberikan perlawanan dengan mengajukan gugatan hukum kepada media Australia yang telah melakukan penghinaan kepadanya," kata Wakil Ketua FKB itu kepada ANTARA di Jakarta, Minggu. Effendi menilai selama ini pemerintah Indonesia terkesan tak berdaya dan pasrah dalam menghadapi berbagai persoalan dengan negara-negara besar, seperti Amerika Serikat, Inggris dan Australia. "Padahal Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dengan kekayaan alam yang melimpah, mestinya kita punya posisi bargaining (tawar-menawar, red) yang kuat. Sangat disayangkan jika para pemimpin kita, diplomat karir kita `letoy`(lemah, red) begitu saja menghadapi manuver mereka," ujarnya. Gugatan hukum tersebut, lanjut Effendi, bisa dilakukan Presiden kepada pengadilan tingkat internasional. Menurut dia, sikap Australia sudah sangat keterlaluan, mulai dari pemberian visa kepada 42 warga Papua yang mencari suaka politik, pemberian travel warning kepada warga Australia yang hendak bepergian ke Indonesia hingga penghinaan Presiden melalui gambar karikatur yang dimuat harian The Weekend Australian, Sabtu (1/4) lalu. Effendi mengingatkan hubungan persahabatan dengan Australia tidak pernah terbina dengan baik, bahkan lepasnya Provinsi Timor Timur dari wilayah Indonesia dan menjadi negara sendiri yang kini bernama Timor Leste juga tak bisa dipisahkan dari campur tangan Canberra. "Kalaupun Menlu dan Perdana Australia sering berkunjung ke Indonesia, hal itu tidak lain karena hubungan tetangga saja, bukan untuk membina hubungan persahabatan yang sejati," tambahnya. Oleh sebab itu Effendi juga mengingatkan bahwa Indonesia harus tegas dan berani dalam menghadapi tekanan Australia karena Indonesia merupakan pasar perdagangan paling potensial bagi negara benua itu. (*)

Copyright © ANTARA 2006