Sistem penegakan hukum sangat penting karena tingginya dimensi kontestasi, persaingan, dan potensi konflik.
Jakarta (ANTARA) - Kuasa hukum pemohon Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhani menegaskan pentingnya sistem penegakan hukum sebagai salah satu hal fundamental yang bertujuan memproteksi penyelenggaraan pemilu tetap berjalan berjalan sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat.

"Sistem penegakan hukum ini sangat penting untuk memproteksi pemilu yang berjalan sesuai dengan prinsip pemilihan yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil," kata Fadli Ramadhani di Jakarta, Kamis.

Hal tersebut disampaikannya saat menjadi kuasa hukum pemohon dari Perludem yang diwakili oleh Khoirunnisa Nur Agustyati dan Irmalidarti pada perkara 85/PUU-XX/2022 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Perludem yang diwakili kuasa hukumnya mengajukan pengujian materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi undang-undang.

Dalam penjelasannya, Fadli mengatakan bahwa sistem penegakan hukum sangat penting karena tingginya dimensi kontestasi, persaingan, dan potensi konflik dalam kontestasi politik pada pesta demokrasi 5 tahunan tersebut.

Ada banyak keinginan orang dalam pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota, kepentingan yang saling bertemu, banyaknya keinginan untuk menang dan tidak jarang keinginan tersebut membuat aktor yang terlibat langsung maupun tidak bertentangan dengan prinsip dan asas hukum pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.

Dalam konteks masalah tersebut, penyelesaian hasil perselisihan adalah salah satu bagian penting dari sistem penegakan hukum pemilu.

"Penyelesaian perselisihan hasil adalah garda terakhir untuk melindungi dan memberikan proteksi terhadap pemilihan," jelasnya.

Menurut pemohon, ketentuan dalam undang-undang a quo telah membuat adanya kegamangan yang tidak pasti dalam proses perselisihan hasil karena ketentuan adanya badan peradilan khusus yang mesti dibentuk menjelang pemilu serentak nasional hingga saat ini belum ada. Hal itu termasuk kewenangannya, mekanisme, hingga eksistensinya juga belum ada.

Atas dasar itu, menurut pemohon, hal tersebut menyebabkan terancamnya suatu tahapan yang penting dari penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota, yaitu tahapan penyelesaian perselisihan hasil pilkada.

Tidak hanya itu, adanya ketentuan dalam undang-undang a quo juga berakibat atau berpotensi kacaunya penyelesaian perselisihan hasil Pilkada. Alasannya, bagaimana mungkin penyelesaian perselisihan dengan baik, sementara hingga kini belum dipersiapkan.

Baca juga: Pakar: Jangan sampai kebocoran data pemilih ganggu Pemilu 2024
Baca juga: Perludem: Partai politik tidak calonkan kader yang pernah korupsi

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022