Merauke (ANTARA News) - Sebanyak 8.000 warga Indonesia asal Merauke yang secara turun-temurun telah tinggal di Papua Nugini (PNG) selama puluhan tahun karena alasan politis, menyatakan ingin kembali ke Indonesia. Hal itu diungkapkan Bupati Merauke, Johanes Gluba Gebze, di Merauke, Papua, Senin. "Saya sudah langsung ke sana (PNG, red). Sisa 8.000 masih berada di PNG dan kita ingin kosongkan itu. Mereka ingin kembali ke Tanah Air," ungkap Johanes. Pemerintah Kabupaten Merauke, katanya, sebelumnya baru dapat memulangkan total 383 warga Merauke dari PNG. Jumlah itu termasuk yang dipulangkan Pemkab melalui dua gelombang pada tahun 2003, yaitu gelombang I sebanyak 16 Kepala Keluarga (KK) atau 66 jiwa serta gelombang II sebanyak 67 KK yang terdiri dari 281 jiwa. Menurut Johanes, ribuan warga Indonesia yang ingin pulang ke kampung halaman mereka di Merauke itu adalah mereka yang pada tahun 1960-an melintas ke PNG karena khawatir terhadap masalah keamanan saat transisi pada masa integrasi Irian. "Ada yang murni pergi karena memang dia memahami apa arti politik, tapi ada juga yang ikut karena tidak tahu apa-apa," paparnya. "Selama mengembara 40 tahun, mereka tidak memiliki kelebihan apapun, sekarang mereka ingin pulang ke Tanah Air-nya," katanya. Dalam upaya memulangkan 8.000 warga yang saat ini masih berada di PNG, Bupati Johanes mengeluhkan kendala keuangan yang tidak dapat sepenuhnya ditangani oleh Pemkab melalui APBD. Karenanya, ia meminta pemerintah pusat, terutama Departemen Luar Negeri membantu proses pemulangan itu, termasuk dalam hal pendanaan. "Kita mengharapkan sharing, distribusi dana dari pemerintah pusat, terutama Deplu, karena ini kan menyangkut urusan luar negeri," kata Johanes. Bupati Merauke itu juga meminta pemerintah pusat untuk ikut menangani salah satu masalah utama dalam hal pemulangan warga Indonesia dari PNG, yaitu pembangunan perumahan serta kecukupan makanan. "Kita (selama ini, red) menampung mereka cukup lama di tempat sementara. Mereka kan makhluk hidup, bukan benda mati yang kita taruh di gudang. Bagaimana perut mereka bisa kita isi," katanya. WN Papua Nugini itu kebanyakan melintas dan tinggal di Merauke karena perkawinan silang yang terjadi antarwarga Indonesia yang tinggal di PNG dengan penduduk setempat. "Departemen Kehakiman masih memberikan kelonggaran (kepada WN Papua, red) sehingga prosesnya bertahap, tidak serta merta ikut suami atau ikut isteri bisa langsung jadi warga negara Indonesia," kata Johanes. Yang jadi masalah, kata dia, adalah status kewarganegaraan anak-anak mereka yang merupakan hasil perkawinan silang tersebut. "Kalau kita menganut sistem garis patriarkis, lalu ia mengikuti garis ayah atau garis ibu? Lalu, kalau sudah menyangkut kewarganegaraan, mereka ini disebut warga negara mana?," ujarnya. Johanes tidak menyebutkan secara rinci jumlah warga negara PNG yang berada di Merauke, hanya mengatakan jumlahnya tidak terlalu banyak.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006