Singapura (ANTARA) - Harga minyak sedikit melemah di sesi Asia pada Selasa sore, di tengah kekhawatiran bahwa kenaikan suku bunga AS lebih lanjut minggu ini untuk menjinakkan inflasi akan mengekang pertumbuhan ekonomi dan permintaan bahan bakar di konsumen minyak terbesar dunia itu.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November tergelincir 7 sen atau 0,1 persen, menjadi diperdagangkan di 91,93 dolar AS per barel pada pukul 06.59 GMT.

Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Oktober turun 13 sen atau 0,2 persen, menjadi diperdagangkan di 85,60 dolar AS per barel. Kontrak Oktober akan berakhir pada Selasa dan kontrak November yang lebih aktif berada di 85,15 dolar AS, turun 21 sen atau 0,3 persen.

Dolar tetap kokoh di bawah level tertinggi dua dekade versus mata uang utama pada Selasa, menjelang serangkaian pertemuan bank sentral di seluruh dunia minggu ini yang dipimpin oleh Federal Reserve AS, yang kemungkinan akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin lagi untuk mengendalikan inflasi.

Greenback yang lebih kuat membuat minyak dalam denominasi dolar lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain dan kenaikan suku bunga yang diharapkan telah meningkatkan kekhawatiran bahwa pengetatan dapat memicu resesi global.

"Harga minyak telah meluncur dalam tren turun sejak pertengahan Juni, serta kekhawatiran resesi dan perlambatan pertumbuhan di China masih merupakan faktor bearish utama secara umum," kata Tina Teng, seorang analis di CMC Markets.

Sementara ekonomi utama lainnya mengetat, China, pengguna minyak terbesar kedua di dunia, pada Selasa membiarkan suku bunga pinjamannya tidak berubah karena mencoba untuk menyeimbangkan mendukung pertumbuhan ekonomi yang lamban terhadap melemahnya yuan.

Kekhawatiran pengetatan bank sentral yang agresif masih mendorong kekhawatiran akan "ekonomi global yang melemah dengan cepat" dan menekan harga minyak mentah, kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, dalam sebuah catatan.

Stok minyak mentah AS diperkirakan telah meningkat minggu lalu sekitar 2 juta barel dalam seminggu hingga 16 September, jajak pendapat awal Reuters menunjukkan pada Senin (19/9/2022).

Departemen Energi AS akan menjual hingga 10 juta barel minyak dari Cadangan Minyak Strategis (SPR) untuk pengiriman November, memperpanjang waktu rencana untuk menjual 180 juta barel dari persediaan untuk menjinakkan harga bahan bakar.

Tanda-tanda bahwa produsen-produsen besar tidak dapat memenuhi kuota produksi mereka memang memberikan beberapa dukungan pada harga.

Sebuah dokumen internal dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, menunjukkan bahwa kelompok itu gagal mencapai target produksi minyaknya sebesar 3,583 juta barel per hari (bph) pada Agustus. Pada Juli, kelompok itu meleset dari targetnya sebesar 2,892 juta barel per hari.

Kebuntuan atas kebangkitan kembali kesepakatan nuklir Iran juga terus membuat ekspor negara itu tidak sepenuhnya kembali ke pasar.

Rusia mengatakan pada Senin (19/9/2022) bahwa masalah yang belum terselesaikan tetap dalam negosiasi, sementara menteri luar negeri Prancis mengatakan bahwa terserah kepada Teheran untuk membuat keputusan karena jendela untuk menemukan solusi ditutup.

Namun, mereka adalah tanda-tanda bahwa harga minyak yang lebih tinggi tahun ini membatasi permintaan. Perjalanan kendaraan AS pada Juli turun 3,3 persen dari tahun sebelumnya, turun untuk bulan kedua.

Baca juga: Harga emas turun 5,30 dolar tertekan imbal hasil obligasi lebih kuat
Baca juga: Dolar menguat di sesi Asia, bersiap kenaikan bunga Fed yang besar
Baca juga: Wall Street menguat jelang pertemuan Fed, Indeks Dow naik 197,26 poin

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022