Jakarta (ANTARA) - Kurang dari satu bulan yang lalu, Indonesia meratifikasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea (Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement/ IK-CEPA).

IK-CEPA diyakini bisa membawa angin segar untuk iklim ekonomi dan investasi di Indonesia, salah satunya pada bidang otomotif. Apalagi Indonesia juga menjadi salah satu pemain dalam sektor tersebut.

Data Kementerian Perdagangan pada periode Januari hingga Juli 2022 menunjukkan ekspor Indonesia untuk kendaraan dan komponen otomotif  sebesar 3,90 persen. Jumlahnya masih jauh di bawah ekspor bahan bakar mineral yang sebesar 14,12 persen. Artinya, Indonesia masih memiliki potensi untuk mengembangkan sektor otomotif.

Melalui hubungan kerja sama ekonomi komprehensif ini, Indonesia ingin menjadi mitra Korea Selatan, khususnya dalam sektor teknologi dan otomotif. Jika dilihat dari perspektif Indonesia, Korea memiliki posisi yang sangat kuat dalam bidang tersebut, namun masih memerlukan pasar global.

"Jika Korea (Selatan) menanamkan investasi di Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai hub industri, mereka bisa merambah pasar dunia," kata Direktur Pengembangan Ekspor Produk Manufaktur Kementerian Perdagangan Ni Made Ayu Marthini dalam sebuah diskusi program Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea, yang diadakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia.

Keyakinan Indonesia bisa menjadi hub Korea Selatan dalam sektor otomotif didasari pengalaman hubungan bilateral dengan Jepang bertahun-tahun yang lalu. Berkat hubungan bilateral itu, industri otomotif di Indonesia bisa bertumbuh.

Perjanjian IK-CEPA, menurut Marthini, bisa menjadikan industri otomotif Indonesia lebih kompetitif jika Korea Selatan menanamkan modal di Indonesia. Investasi dan perdagangan tanpa disadari juga menjadi sarana bertukar ilmu pengetahuan, misalnya dengan pelatihan ketika investor membawa teknologi baru ke Indonesia.

IK-CEPA diharapkan bisa meningkatkan daya saing industri otomotif Indonesia, bahkan  bisa menjadikannya seperti Korea Selatan suatu saat nanti. Indonesia membutuhkan perjanjian kerja sama seperti itu untuk menambah daya saing.

Dengan IK-CEPA, regulasi dan standar produk ekspor Indonesia akan mengikuti ketentuan yang berlaku secara internasional. "Maka kita bisa menjadi lebih berdaya saing," kata Marthini.

Melalui IK-CEPA, kedua negara berkomitmen mengeliminasi pos tarif. Indonesia mengeliminasi 92,06 persen pos tarif untuk produk asal Korea Selatan. Sementara Korea Selatan,  berkomitmen mengeliminasi pos tarif sebesar 95,54 persen untuk produk Indonesia.

Perjanjian bilateral pada dasarnya memberikan kesempatan kolaborasi yang mendalam dan menguntungkan bagi kedua negara.

Peneliti senior di Center for Trade Studies and Cooperation, Korea International Trade Association Dr. Kyounghwa Kim menilai IK-CEPA juga memberikan manfaat bagi mereka terutama dalam hal ekspor, berkat eliminasi pos tarif.

Sejalan dengan Indonesia, Korea Selatan juga ingin memperkuat industri otomotif melalui kesepakatan IK-CEPA.

Sebelum perjanjian ini, Indonesia mengenakan tarif sebesar 5 persen untuk produk otomotif. "Setelah IK-CEPA, (untuk produk otomotif) segera tanpa tarif," kata Kim.

Posisi ini menguntungkan bagi Korea Selatan karena Indonesia masih mengenakan pos tarif antara 5 sampai 6 persen untuk negara lain, yang memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia.

Indonesia melihat potensi pertumbuhan industri berkat pernjanjian IK-CEPA, segera bergerak . Dalam hal industri otomotif dan elektronik, Kementerian Perdagangan berupaya memperluas akses pasar menggunakan jaringan perdagangan yang dimiliki.

Program yang dilakukan mencakup misi perdagangan, perjodohan bisnis (business matching) dan memaksimalkan perwakilan perdagangan Indonesia di luar negeri.

Kerja sama Indonesia-Korea

Kerja sama Indonesia dengan Korea Selatan sudah dimulai beberapa tahun belakangan, bahkan sebelum Indonesia meratifikasi IK-CEPA.

Kerja sama kedua negara menjadi semakin erat dan kuat menyusul rencana Indonesia mengembangkan kendaraan listrik untuk mendukung target bebas emisi karbon pada 2060.

Tepat satu tahun yang lalu, Indonesia memulai pembangunan pabrik kendaraan listrik, kerja sama PT Industri Baterai Indonesia dengan Konsorsium Hyundai, senilai 1,1 miliar dolar Amerika Serikat. Pabrik tersebut berada di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Pabrik itu dirancang memiliki kapasitas produksi 140GWh pada 2030. Sebanyak 50GWh sel baterai akan diekspor, sisanya untuk memenuhi kebutuhan industri baterai dalam negeri supaya bisa memproduksi mobil listrik.

Pengamat otomotif independen Bebin Djuana kepada ANTARA mengatakan perjanjian Indonesia dengan Korea Selatan ini perlu diapresiasi karena bisa membuka peluang investasi dari perusahaan otomotif lainnya asal Korea Selatan.

Dengan adanya perjanjian ini, terlihat perusahaan otomotif asal Korea Selatan menjadi serius untuk berinvestasi di Indonesia. 

Masyarakat juga bisa diuntungkan secara langsung dengan perjanjian IK-CEPA. Melihat kerja sama yang semakin erat, tidak menutup kemungkinan perusahaan otomotif Korea Selatan, yang sudah eksis di Indonesia, akan membawa produk dan teknologi terbaru ke Indonesia.

"Saya harap produsen lain dari Korea Selatan jadi terbuka dan melihat Indonesia sebagai pasar yang potensial sehingga mereka mau membawa produk-produk terbaru," kata Bebin.

Data Badan Pusat Statistik untuk ekspor kendaraan bermotor roda empat atau lebih menunjukkan volume mulai naik pada 2021 setelah sempat turun pada 2019 ke 2020. Volume ekspor sektor tersebut secara berturut-turut dari 2019 sampai 2021 sebesar 490,9 ribu ton, 344,1 ribu ton dan 429,7 ribu ton.

 Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad yang dihubungi secara terpisah menilai, jika melihat neraca perdagangan Indonesia-Korea pada 2021, nilai impor Indonesia lebih besar dibandingkan ekspor.

Secara umum, dalam jangka pendek, dampak perjanjian ini belum terasa. Sementara pada sektor otomotif,  ada dua jalur yang digunakan kedua negara, yaitu perdagangan dan investasi. "Dalam dua tahun terakhir, banyak investasi dari Korea untuk pengembangan roda empat," kata Tauhid. 

Salah satu dampak investasi yang paling terasa adalah masuknya mobil-mobil merek Korea Selatan jenis terbaru dan perbaikan dalam layanan purnajual dan perawatan mobil. Itu menunjukkan bahwa investasi Korea (Selatan) luar biasa besar.

Agar bisa memetik manfaat semaksimal mungkin dari IK-CEPA, dalam bidang otomotif, Indonesia perlu memberikan lebih banyak insentif bagi investor Korea untuk membangun pabrik di Indonesia.

Jika Korea memiliki pabrik di Indonesia, dalam beberapa tahun mendatang Indonesia bisa mengekspor produk otomotif, misalnya ke kawasan ASEAN, dan menjadi pusat manufaktur produk Korea.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022