apa yang digambarkan dalam film Before You Eat hanyalah sebagian kecil dari fakta lapangan yang terjadi dan menimpa para ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing.
Ambon (ANTARA) - Aliansi Jurnalis Independen Kota Ambon mengajak seluruh jurnalis untuk menyuarakan isu-isi perbudakan anak buah kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing.

Hal ini menyusul adanya film dokumenter “Before You Eat” yang diproduksi oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan didukung oleh Greenpeace.

“AJI Kota Ambon mengajak jurnalis dan media massa, khususnya di Ambon, untuk memberi lebih banyak ruang kepada pemberitaan-pemberitaan terkait ABK di kapal-kapal ikan asing yang menjadi korban eksploitasi, perbudakan, dan perdagangan orang,” kata Ketua AJI Ambon, Tajudin Buano di Ambon, Kamis.

Ia mengatakan, film “Before You Eat”membuka perspektif baru bagi jurnalis di Ambon yang selama ini terkenal dengan potensi kelautan dan perikanannya.

“Kami berterima kasih pada Greenpeace yang sudah membawa film ini sampai di Ambon. Apa lagi jika melihat film ini, ternyata ada juga warga Ambon yang menjadi korban perbudakan. Tentu saja ini menjadi tugas bersama untuk membantu menyuarakan kepada pemerintah segera mengambil tindakan agar tidak ada lagi anak bangsa yang jadi korban di kapal ikan asing,” katanya.

Sementara itu, Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah mengatakan, apa yang digambarkan dalam film ini hanyalah sebagian kecil dari fakta lapangan yang terjadi dan menimpa para ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing.

“Jika merujuk pada data SBMI, jumlah ABK yang mengadu hingga 2021 mencapai 634 kasus. Itu hanya yang mengadu pada SBMI. Belum lagi yang mengadu pada serikat lain. Dan sampai hari ini kita tidak tahu berapa jumlah ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing. ABK ini berasal dari seluruh wilayah Indonesia termasuk Maluku,” kata Afdillah.

Menurutnya, perlu dukungan banyak pihak salah satunya jurnalis untuk mengawal isu-isu perbudakan ABK ini agar semakin banyak masyarakat paham dan tidak terjebak dalam praktik perbudakan yang kerap diawali dengan iming-iming manis. Media, lanjutnya, punya tugas untuk mengedukasi serta menjadi salah satu alat untuk mendesak perubahan kebijakan.

“Saya percaya media massa masih punya kekuatan untuk mendorong terjadinya perubahan,” ujarnya.

Setelah pertama kali berlayar Maret lalu, film dokumenter “Before You Eat” akhirnya berlabuh di Ambon, Maluku. Ini adalah kali pertama film BYE membuka layar di Indonesia Timur.

Film yang diproduksi oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan didukung oleh Greenpeace, ini dibuat sebagai desakan bagi pemerintah Indonesia untuk serius membenahi kebijakan tata kelola perekrutan ABK Indonesia, serta bersikap lebih tegas dalam memberikan perlindungan pada ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing.

Film Before You Eat bercerita tentang perbudakan modern yang dialami oleh orang-orang Indonesia yang bekerja di kapal-kapal ikan milik asing. Film yang disutradarai oleh Kasan Kurdi tersebut menampilkan banyak rekaman mentah yang direkam sendiri oleh para ABK dengan menggunakan ponsel. Di film tersebut, para ABK juga bercerita bagaimana penderitaan yang mereka alami selama bekerja di kapal-kapal asing.

Hingga saat ini, film Before You Eat sudah berlayar di 29 kota dan membuka 72 layar serta menggandeng 45 mitra dengan total jumlah penonton 4419. Film ini juga akan berpartisipasi di 3 festival film.
Baca juga: Penahanan upah hingga kekerasan jadi masalah utama ABK Indonesia
Baca juga: Menaker akui adanya ABK Indonesia terjebak perbudakan modern di laut
Baca juga: Tampung pengaduan ABK WNI, Indonesia dirikan Fisher Center


Pewarta: Winda Herman
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022