Jakarta (ANTARA News) - Dalam perubahan Undang-undang Perkoperasian pemerintah akan melarang tegas Koperasi Simpan Pinjam (KSP) menghimpun dana dari masyarakat umum dalam bentuk simpanan (tabungan) dan penyertaan modal oleh non anggota masih diperolehkan dengan suatu perjanjian tertentu. "KSP hanya boleh menerima simpanan dari anggota, tapi mereka boleh menyalurkan kredit ke masyarakat umum atau non anggota," kata Deputi Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM Soetarto di Jakarta, akhir pekan lalu. Ia mengatakan hal itu menanggapi kelanjutan perubahan UU No 25/1992 tentang Perkoperasian yang pembahasan draft RUU-nya belum bisa diselesaikan karena adanya keinginan kuat dari kalangan KSP tetap dapat menghimpun dana dari non anggota. Draft sangat awal dari RUU tersebut mengakomodir keinginan KSP untuk bisa menerima dana dari non anggota, namun dalam perkembangan selanjutnya setelah adanya keberatan dari Bank Indonesia (BI) akhirnya disepakati KSP hanya diperbolehkan menghimpun dana dari anggota. Meski demikian, KSP masih bisa menyalurkan kredit ke non anggota dan menerima dana dari masyarakat bukan dalam bentuk tabungan atau simpanan melainkan dalam bentuk penyertaan modal. Soetarto mengatakan bahwa penyertaan modal ini berbeda dengan simpanan atau tabungan. Dalam penyertaan modal, lanjutnya, antara pihak investor dengan KSP akan melakukan suatu perjanjian tertentu sesuai dengan kesepakatan masing-masing. Menurut dia, ketentuan KSP tidak boleh menerima dana dari non anggota adalah demi keamanan KSP itu sendiri dan juga masyarakat umum yang menyimpan dananya di koperasi. Sementara itu kalangan pengamat dan praktisi KSP menganggap ketentuan tersebut tidak adil dan hanya akan mengebiri koperasi. "Kami tidak sependapat karena hanya akan mengkerdilkan koperasi," kata Ketua Koperasi Simpan Pinjam Kodanua, Jakarta, HR Soepriyono. Menurut dia, banyak KSP besar yang menerima dana dari masyarakat, dan jika nantinya ketentuan tersebut menjadi UU, bagaimana dengan nasib dana tersebut. "Apakah itu harus dikembalikan ke masyarakat," katanya mempertanyakan. Sementara pengamat koperasi Dawam Rahardjo mengatakan, di banyak negara, koperasi bisa menerima dana dari pihak luar non anggota, namun semuanya bisa berjalan aman karena diikuti dengan pelaksanaan peraturan yang baik. "Jika dibatasi seperti itu, koperasi tidak bisa berkembang. Ketentuan itu jangan diterapkan karena di luar negeri juga boleh untuk non anggota," katanya. Oleh karena itu, lanjutnya, jika memang KSP ingin mengembangkan layanannya ke non anggota, pemerintah harus membuat ketentuan yang bisa meminimalkan kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kepercayaan yang diberikan masyarakat ke KSP. "Bisa saja ada penjaminan dan pengawasan seperti yang diberlakukan oleh Bank Indonesia untuk perbankan," katanya. Sedangkan Soepriyono berharap pemerintah dan DPR nantinya dapat membuat keputusan yang berpihak kepada koperasi dengan mengganti pasal tersebut dan kembali kepada ketentuan yang saat ini berlaku. Saat ini pelaksaan kegiatan KSP berdasar kepada PP no 9 tahun 1995. Dalam PP tersebut tidak secara tegas dicantumkan pelarangan KSP untuk menghimpun dana dari masyarakat umum dalam bentuk simpanan. PP tersebut menyebutkan bahwa kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya. Sementara yang dimaksud dengan simpanan dalam PP tersebut adalah dana yang dipercayakan oleh anggota, calon anggota, koperasi-koperasi lain dan atau anggotanya kepada koperasi dalam bentuk tabungan, dan simpanan koperasi berjangka. Dalam kenyataannya banyak KSP yang menerima dana dari masyarakat. Mereka melakukan tersebut dengan berlindung dari ketentuan yang menyatakan bahwa KSP bisa menerima dana dari calon anggota. Padahal secara tegas PP tersebut menyebutkan bahwa calon anggota KSP harus menjadi anggota dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah melunasi simpanan pokok. Gencarnya penolakan terhadap pelarangan menghimpun dana dari non anggota juga didasarkan dari makin maraknya bank umum yang terjun ke kredit mikro. Besarnya modal dari bank umum tersebut dikhawatirkan akan semakin membuat sempit ruang gerak Lembaga Keuangan Mikro (LKM) termasuk KSP dan BPR.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006