diperlukan sinergi kebijakan yang lebih kuat antara pemerintah pusat dan daerah dengan Bank Indonesia baik dari sisi pasokan maupun sisi permintaan
Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi dengan pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan inflasi kembali ke sasaran pemerintah pada paruh kedua 2023, baik dari sisi permintaan maupun penawaran.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono memperkirakan ke depan tekanan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) akan meningkat, sebagai dampak lanjutan dari penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, tekanan inflasi dari sisi permintaan, dan masih tingginya harga energi dan pangan global.

"Berbagai perkembangan tersebut diprakirakan mendorong inflasi tahun 2022 melebihi batas atas sasaran 3 plus minus 1 persen, dan karenanya diperlukan sinergi kebijakan yang lebih kuat antara pemerintah pusat dan daerah dengan Bank Indonesia baik dari sisi pasokan maupun sisi permintaan untuk memastikan inflasi kembali ke sasarannya pada paruh kedua 2023," katanya dalam keterangan resmi yang dikutip di Jakarta, Senin.

Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan mitra strategis dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) melalui peningkatan efektivitas pelaksanaan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah untuk menjaga stabilitas harga dan ketahanan pangan.

Sebelumnya, BPS mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2022 mengalami inflasi sebesar 1,17 persen (mtm) setelah pada bulan sebelumnya mengalami deflasi sebesar 0,21 persen (mtm) yang terutama bersumber dari peningkatan harga kelompok administered prices, di tengah penurunan inflasi inti dan deflasi pada kelompok volatile food.

Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK September 2022 tercatat mencapai 5,95 persen (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 4,69 persen (yoy).

Inflasi kelompok administered prices pada September 2022 tercatat meningkat 6,18 persen (mtm) dari inflasi pada bulan sebelumnya yang sebesar 0,33 persen (mtm) karena dampak dari penyesuaian harga BBM bersubsidi.

Secara tahunan, kelompok administered prices mengalami inflasi 13,28 persen (yoy), lebih tinggi dari inflasi pada bulan sebelumnya yang sebesar 6,84 persen (yoy).

Inflasi inti pada September 2022 terjaga sebesar 0,30 persen (mtm), menurun dibandingkan dengan inflasi Agustus 2022 yang sebesar 0,38 persen (mtm).

Ke depan, inflasi inti dan ekspektasi inflasi diperkirakan masih berlanjut sejalan dengan dampak lanjutan dari penyesuaian harga BBM bersubsidi dan menguatnya tekanan inflasi dari sisi permintaan.

Adapun kelompok volatile food pada September 2022 kembali mencatat deflasi sebesar 0,79 persen (mtm), setelah pada bulan sebelumnya mencatat deflasi sebesar 2,90% (mtm) yang terutama dipengaruhi oleh deflasi bawang merah, aneka cabai, dan minyak goreng sejalan dengan peningkatan pasokan karena panen raya di daerah sentra produksi.

"Secara tahunan, kelompok volatile food mengalami inflasi 9,02 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 8,93 persen (yoy)," katanya.

Baca juga: BI apresiasi TPID Sulampua memulai gerakan pengendalian inflasi pangan
Baca juga: Menko Airlangga: Inflasi Indonesia pada September cukup terkendali
Baca juga: BPS sebut bensin picu inflasi capai 5,95 persen


Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022