Serang (ANTARA News) - Imam Samudera alias Abdul Azis, terpidana mati kasus peledakan bom Bali I, dan keluarganya hingga sekarang menolak untuk mengajukan grasi saat ditanya petugas dari Kejari Denpasar karena merasa tidak bersalah. "Keluarga kami hari Sabtu (8/4) lalu memang kedatangan tiga petugas dari Kejari Denpasar yang diantar petugas dari Kejari Serang untuk memberitahukan soal hak keluarga untuk mengajukan grasi, kami tak akan menggunakan hak itu karena Imam Samudra sendiri yang menjalaninya secara langsung tidak menghendaki hal itu," kata Lulu Jamaludin, juru bicara keluarga yang juga adik Imam Samudra di Serang, Selasa. Lulu mengakui sebetulnya ada keinginan kuat dari pihak keluarga untuk bisa berbuat sesuatu untuk kebaikan Imam Samudra. "Tapi tentu tidak dengan cara mengajukan grasi, sebab permohonan grasi artinya meminta ampun, padahal meminta ampun itu hanya pantas dilakukan kepada Allah bukan kepada manusia dan Imam sendiri merasa tidak bersalah dalam kasus itu," katanya. Keluarga Imam Samudera saat ini tinggal di Lopang Gede, Kota Serang, baik istrinya, Zakiyah dan ibunya, Badriyah serta Lulu Jamaludin sendiri yang ditunjuk sebagai juru bicara keluarga. Ketika ditanya upaya apa yang akan dilakukan pihak keluarga untuk Imam Samudra, Lulu menyatakan pihak keluarga sudah menyerahkan sepenuhnya masalah tersebut kepada para pengacara yang tergabung dalam Tim Pembela Muslim (TPM). "Sebelumnya sudah kami sampaikan bahwa kakak saya dan keluarga besar tidak akan mengajukan grasi, tapi sudah berupaya untuk mengajukan peninjauan kembali (PK), sebab keluarga meyakini ledakan Bom Bali yang begitu dahsyat tak mungkin hasil perbuatan Imam Samudra tapi hasil rekayasa pihak lain untuk memojokkan Muslim Indonesia," katanya. Sementara itu, pengacara keluarga Imam Samudra, Agus Setiawan SH saat dihubungi membenarkan pihak Imam Samudera dan keluarganya tidak mengajukan grasi. "Sebagai pengacara kami memahami dan menghormati keyakinan terpidana dan keluarga. Yang harus diingatkan, mengeksekusi terpidana mati adalah hak negara. Tetapi harus juga dihormati hak terpidana mati yang saat ini tengah berupaya mengajukan PK atas kasus tersebut," kata Agus Setiawan. Agus mengatakan, tim TPM tengah menyiapkan berkas perkara untuk PK dan hal itu sudah diberitahukan kepada pihak berwenang sehingga diharapkan proses eksekusi tidak dilakukan hingga proses pengajuan PK tersebut tuntas dilakukan. "Pengajuan PK dilakukan selain berdasarkan bukti-bukti yang terungkap dalam pengadilan, juga TPM menyertakan bukti-bukti baru (novum) yang menjadi dasar pengajuan PK," ujar Agus tanpa memerinci bukti-bukti baru yang dimaksud. Sebelumnya, keluarga Imam Samudera menerima surat dari Kejaksaan Negeri Denpasar, Bali nomor B-1290/P.1.10/Eks/2006 tanggal 7 April 2006 yang ditandatangani Kepala Kejari Denpasar, I Ketut Arthana tentang pemberitahuan hak grasi kepada keluarga terpidana Abul Aizi Alias Imam Samudera alias Fatih alias Abu Umar alias Fat alias Hendri alias Faiz Yunshar. Dalam surat itu disebutkan keluarga terpidana mati Imam Samudera hingga sekarang belum menggunakan haknya untuk mengajukan grasi dan pihak Kejari Denpasar masih menunggu jawaban dari keluarga terpidana. Pengadilan Negeri Denpasar tanggal 23 September 2003 telah menjatuhkan hukuman mati kepada Imam Samudera, Ali Gufron dan Amrozi yang dinilai terbukti bersalah melakukan peledakan bom di Bali yang dikenal dengan nama Bom Bali I dan menewaskan ratusan wisatawan asing di Legian. (*)

Copyright © ANTARA 2006