Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Anindito Aditomo mengatakan tujuan besar program Merdeka Belajar mewujudkan pendidikan yang berkualitas sehingga peserta didik lebih kompeten dan berkarakter.

"Pendidikan berkualitas adalah memastikan peserta didik mengalami kemajuan belajar sehingga lebih kompeten dan berkarakter," ucapnya dalam webinar bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bertema "Tren Pendidikan Masa Depan: Peluang dan Tantangan" diikuti di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan hal ini merupakan tujuan dalam kebijakan pendidikan yang juga termasuk dalam Sutainable Development Goals (SDGs) keempat, yaitu pendidikan berkualitas yang adil bagi semua.

Pendidikan berkualitas berfokus pada pengembangan kompetensi dasar dan karakter siswa, dalam hal ini Kemendikbudristek merumuskan dalam Profil Pelajar Pancasila.

"Kita punya rumusan namanya Profil Pelajar Pancasila, itu merupakan dimensi dari kompetensi dasar dan karakter yang ingin kita tumbuh kembangkan melalui pendidikan," jelasnya.

Selanjutnya, Anindito menjelaskan aspek kedua dari tujuan Merdeka Belajar adalah keadilan, yaitu kesempatan menikmati pendidikan berkualitas harus dirasakan oleh semua murid.

"Terlepas dari mana dia tinggal di Indonesia, terlepas dari agama, latar belakang budaya, dan sosial ekonomi dia," ucapnya.

Baca juga: Satuan pendidikan diharapkan kembangkan program peningkatan mutu

Mantan peneliti Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) ini, mengatakan alasan Kemendikbudristek memfokuskan pada pengembangan kompetensi dasar dan karakter karena pendidikan di Indonesia sudah lama mengalami krisis belajar dan tidak membaik dari tahun ke tahun.

Dari data PISA (Programme for International Student Assessment) yang ia kutip, sampai 20 tahun terakhir menunjukkan kecakapan dasar seperti kemampuan memahami bacaan, kemampuan menyelesaikan problem menggunakan matematika sederhana dan kemampuan menalar secara ilmiah, hasilnya masih stagnan.

"Hanya sekitar 30 persen siswa kita yang memenuhi standar minimun kemampuan membaca, problem solving matematika dan literasi sains. Itu tidak bergerak sejak 20 tahun terakhir. Setelah pandemi krisis belajar menjadi semakin parah," ucapnya.

Kurikulum Merdeka memiliki tiga kelebihan yang dapat mendukung pemulihan dari krisis belajar yaitu fokus pada materi esensial, pembelajaran berbasis pengembangan karakter dan soft skill, dan guru lebih fleksibel dalam melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid.

Baca juga: Kurikulum baru tekankan belajar sampai bisa bukan sekadar tahu

Kurikulum Merdeka mendorong pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa serta memberi ruang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi

Program Merdeka Belajar hanya bisa terwujud jika program regulasi dan berbagai intervensi yang dilakukan pemerintah mampu memantik transformasi di tiap-tiap satuan pendidikan.

Transformasi tersebut berupa pengembangan sumber daya manusia yaitu mengembangkan kapasitas guru dan kepala sekolah. Selain itu, perangkat ajar seperti kurikulum, buku teks untuk daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) yang sulit mengakses internet dan alat asesmen kelas.

Kategori ketiga mengubah satuan pendidikan dengan evaluasi dan penjaminan mutu sistem pendidikan, sedangkan terakhir adalah SDM dari pemerintah daerah sebagai penerjemah regulasi dari pemerintah pusat.

"Selain program yang substantif, kita juga harus menata regulasi dan tata kelolanya, infrastruktur teknologi dan sarana prasarana dan mekanisme pendanaan," jelas Nino.

Baca juga: Wapres: Pendidikan tinggi diharapkan terapkan "merdeka belajar"
Baca juga: Kemendikbudristek perkuat komitmen dalam gaungkan Merdeka Belajar

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022