Tokyo (ANTARA News) - Keputusan Jepang untuk membantu Asia dalam menghadapi krisis ekonomi global dengan menyediakan dana sebesar 17 miliar dolar AS (setara 1,5 triliun yen) merupakan kebijakan yang tepat, mengingat Asia masih memiliki pertumbuhan ekonomi positif saat negara-negara maju justru mengalami kontraksi ekonomi. Dubes RI untuk Jepang Jusuf Anwar mengemukakan pandangannya di Tokyo, Sabtu, terkait dengan kebijakan Jepang yang membantu negara-negara Asia sebesar 17 miliar dolar guna meningkatkan kemampuan mengatasi dampak krisis ekonomi. "Jepang akan selalu memperhatikan asia Tenggara khususnya Indonesia, seperti yang sudah-sudah. Apalagi dengan adanya komitmen menyediakan dana pinjaman siaga (standby loan) bagi Indonesia. Ini menunjukkan Jepang sungguh-sungguh memperhatikan kelanjutan pertumbuhan ekonomi di kawasan," kata dubes. Mantan Direktur Eksekutif ADB (Asian Development Bank) itu mengatakan, institusi seperti Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan JICA, serta organisasi Jepang lainnya juga telah memastikan tetap membantu Indonesia. "Walau Jepang sendiri sedang bergulat mengatasi krisis ekonominya, namun Jepang juga tahu bahwa negaranya tidak bisa terlepas dari perkembangan kawasan dan ketergantungan dengan negara-negara tetangganya," kata Jusuf Anwar lagi. Bantuan pembangunan resmi Jepang itu merupakan alat diplomasi penting bagi Jepang sejak akhir Perang Dunia II, yang secara historis memfokuskan bantuannya ke negara-negara Asia Tenggara. Sikap Jepang itu disampaikan PM Jepang Taro Aso saat berbicara dalam pertemuan World Economic Forum di Davos, Swiss, Sabtu (31/1) pagi, agar kawasan Asia bisa dengan cepat keluar dari krisis ekonomi. "Tahun ini saatnya kita harus melakukan sesuat yang konkret," kata Aso. Ia pun menjelaskan bahwa jika negara-negara di dunia tidak ikut berbagi beban sesuai dengan kemampuan dan tanggungjawabnya, maka masalah krisis tidak akan pernah terselesaikan. Dalam pidatonya berjudul "Pandangan Saya untuk kebangkitan ekonomi dunia" Aso mengatakan, sudah selayaknya Jepang ikut bertanggungjawab sebagai negara dengan keuatan ekonomi nomor dua terbesar di dunia, guna membantu mengatasi krisis keuangan global ini. Aso juga menyebutkan upaya Jepang yang sedang meningkatkan permintaan domestik dengan meluncurkan paket stimulus senilai total 75 triliun yen, hal yang juga ia serukan kepada negara lain untuk menerapkan kebijakan serupa. Ekonomi Jepang sendiri diperkirakan baru pulih pada Oktober 2010, sementara sepanjang tahun 2009 disebutkan sebagai tahun "No good news" mengingtat pertumbuhan ekonominya minus dua persen (-2,0 persen), seperti yang disampikan Profesor Hiroshi Yoshikawa, anggota dewan kebijakan fiscal dari kantor PM Jepang. Yoshikawan mengatakan, penurunan ekonomi Amerika Serikat akan teratasi oleh pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia, sebagai kekuatan yang dapat menghidupkan kembali perekomian global yang disebutnya dengan konsep "decoupling". "Konsep `decoupling` ini sudah terlihat sejak 2007," kata Yoshikawa. (*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009