Atambua, NTT (ANTARA News) - Bahasa Indonesia masih sulit hilang dari Timor Timur (Timtim) walaupun pemerintah negara itu telah berupaya mengajarkan Bahasa Portugis kepada hampir seluruh lapisan masyarakat dari desa hingga kota. Penggunaan Bahasa Portugis, selain Tetum, kata seorang warga Timtim di Distrik Liquica, Mariano Parrera, sebagai pelaksanaan amanat Konstitusi Pasal 13 yang menyatakan bahwa Tetum dan Portugis adalah bahasa-bahasa resmi Timtim. "Bahasa Indonesia tidak diajarkan secara khusus di Timtim namun dihargai oleh negara, tetapi juga realitas membuktikan bahwa Bahasa Indonesia masih sulit hilang dari Timtim walaupun bahasa ini tidak diajarkan dan dikembangkan oleh negara," katanya. Dia mengatakan, mungkin lebih dari dua dekade lagi baru Bahasa Indonesia tidak lagi menjadi bahasa pergaulan di Timtim. Sekarang ini, bahasa itu masih bertahan cukup kuat dan popularitasnya berada pada urutan kedua setelah bahasa Tetum. Bahasa Indonesia, lanjutnya, tetap digunakan secara aktif oleh masyarakat Timtim antara lain karena pengaruh kaset-kaset rekaman lagu-lagu pop Indonesia dan banyak warga berminat pada lagu-lagu tersebut. Sebagai contoh, banyak penumpang taksi dan angkutan kota serta bus antardistrik selalu meminta pengemudi memutarkan lagu-lagu pop Indonesia dan lagu-lagu berbahasa Tetum. Walaupun diakui bahwa terdapat juga banyak kaset lagu-lagu berbahasa Portugis dan Inggris, namun jika dibandingkan dengan kaset-kaset lagu pop Indonesia dan Tetum maka lagu-lagu berbahasa Portugis dan Inggris sangat sedikit. Mariano berpendapat, pihak-pihak tertentu yang mungkin kurang senang dengan Bahasa Indonesia dapat saja menggantikan lagu-lagu berbahasa Indonesia dengan bahasa lainnya, namun persoalannya terpulang pada minat setiap pendengar. "Lagu-lagu dalam Bahasa Indonesia dan Tetum langsung menyentuh relung-relung hati setiap orang Timtim karena bisa dipahami. Sentuhan ini tidak bisa tergantikan dengan bahasa lainnya," katanya. Dia juga mengaku, kalau Bahasa Portugis secara gencar baru disosialisasikan kepada rakyat di desa-desa setelah Timtim lepas dari Indonesia melalui jajak pendapat rakyat Timtim 30 Agustus 1999. "Tentu saja membutuhkan rentang waktu yang cukup lama untuk diminati dan dipergunakan secara luas oleh masyarakat Timtim," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006