Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) mengumpulkan fakta-fakta di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, terkait tragedi yang terjadi di stadion tersebut usai laga antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya.

Anggota TGIPF Donny Monardo di Kabupaten Malang, Jumat mengatakan bahwa pihaknya saat ini juga mengumpulkan bukti-bukti yang mengarah terjadinya proses kematian sebanyak 131 orang pendukung Arema FC yang dikenal dengan sebutan Aremania itu.

"Kami mencari sebanyak mungkin bukti-bukti yang mengarah kepada proses terjadinya kematian, kami berusaha mendapatkan data-data," kata Donny.

Donny menjelaskan, dalam upaya untuk mengumpulkan fakta-fakta yang terjadi di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 tersebut, ia juga membawa tim yang berisikan pakar dokter ahli emergency Indonesia.

Menurutnya, ia telah tiba di wilayah Malang, Jawa Timur sejak tiga hari lalu untuk mencari sejumlah data-data tersebut. Selain itu, pihaknya juga telah bertemu dengan sejumlah pakar untuk memahami apa yang terjadi di stadion tersebut.

"Beberapa hari yang lalu tim sudah bertemu dengan sejumlah pakar untuk memahami yang terjadi. Terutama kepada masyarakat yang wafat dan dibawa ke rumah sakit," ujarnya.

Ia menambahkan, hingga saat ini sudah ada sejumlah temuan. Salah satu temuan tersebut adalah, bahwa pada pintu 12 dan 13 di Stadion Kanjuruhan dalam kondisi tertutup pada saat terjadi tragedi itu.

"Kami sedang mengumpulkan data-data dan akan segera mengundang para pihak yang bertanggung jawab untuk mengamankan pintu tersebut," katanya.

Selain itu, lanjutnya, juga dimungkinkan adanya langkah autopsi korban tragedi Kanjuruhan untuk mencari kepastian penyebab kematian para korban. Berdasarkan keterangan pihak berwajib, banyak korban yang mengalami patah tulang, trauma di kepala dan leher dan asfiksia.

"Tim bekerja maksimal untuk mengumpulkan semua bukti dan data. Dari bukti serta fakta yang dikumpulkan inilah, nanti akan menuju pada sebuah kesimpulan, termasuk autopsi," katanya.

Baca juga: 20 personel Polisi diduga langgar etik terkait tragedi Kanjuruhan

Sementara itu, Ketua Pengurus Perhimpunan Dokter Ahli Emergensi Indonesia (PERDAMSI) Bobi Prabowo menambahkan, untuk melakukan tindakan autopsi, masih membutuhkan arahan pakar dan pihak yang berwajib.

"Kami menunggu arahan lebih lanjut untuk para pakar dan yang berwajib," katanya.

Pada Sabtu (1/10), terjadi kericuhan usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Kekalahan itu menyebabkan sejumlah suporter turun dan masuk ke dalam area lapangan.

Kerusuhan tersebut semakin membesar dimana sejumlah flare dilemparkan termasuk benda-benda lainnya. Petugas keamanan gabungan dari kepolisian dan TNI berusaha menghalau para suporter tersebut dan pada akhirnya menggunakan gas air mata.

Penonton yang kemudian berusaha untuk keluar, khususnya di pintu 3, 10, 11, 12, 13 dan 14 mengalami kendala karena pintu yang terbuka hanya kurang lebih selebar 1,5 meter. Kemudian, para penjaga pintu, tidak berada di tempat.

Akibat kondisi tersebut, terjadi desak-desakan yang menyebabkan sumbatan di pintu keluar itu hampir 20 menit. Akibat berdesakan ditambah adanya gas air mata, banyak korban yang mengalami patah tulang, trauma di kepala dan leher dan asfiksia.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Malang korban meninggal dunia akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur sebanyak 131 orang, sementara 440 orang mengalami luka ringan dan 29 orang luka berat.

Baca juga: Mahfud sebut penindakan hukum tragedi Kanjuruhan hampir selesai
Baca juga: TGIPF terima masukan suporter sepakbola soal usut tragedi Kanjuruhan


Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022