Pemilih pemula mempunyai peran strategis karena mereka adalah generasi yang melek informasi
Bandung (ANTARA) - Rakyat Indonesia tak lama lagi memberikan suaranya pada Pemilu 2024 untuk memilih anggota DPRD, DPD, DPR, presiden dan wakil presiden, serta kepala daerah.

Pemilu anggota dewan perwakilan serta presiden dan wakil presiden bakal digelar pada 14 Februari, sedangkan pilkada serentak dihelat pada 27 November.

Sebuah hajatan politik akbar. Selain diselenggarakan pada tahun yang sama, juga bakal melibatkan lebih dari 200 juta pemilih dan puluhan ribu petugas. Belum lagi jumlah petugas keamanan yang harus diterjunkan guna menjamin hajatan politik 5 tahunan itu berlangsung aman dan lancar.

Oleh karena itu ada banyak tantangan yang akan dihadapi oleh penyelenggara pemilu. Salah satunya adalah hoaks atau berita palsu/kabar bohong, yang kerap membuat gaduh jagat digital.

Saat ini, hoaks telah menjadi bagian dari politik. Wabah hoaks ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga melanda berbagai negara ketika mereka menggelar pemilu.

Pola yang tercipta pun cenderung sama, yaitu menggunakan hoaks yang secara sengaja untuk memprovokasi massa seperti yang terjadi pada Pemilu 2014. Kemudian pada Pilkada DKI Jakarta 2017 dan  Pemilu 2019, sisi kelam hoaks memproduksi stigmatisasi cebong dan kampret untuk masing-masing kubu pendukung peserta pilkada dan pilpres.

Yang dirugikan dengan adanya hoaks saat pelaksanaan pemilu, juga pada kegiatan lain,  adalah rakyat. Pada tahun politik, seharusnya rakyat memanfaatkan untuk mengetahui ide dan program yang ditawarkan oleh kontestan pemilu.

Namun yang sering didapati di jagat maya, pemilih harus teliti dan jeli menyimak informasi yang diproduksi dari beragam platform media sosial dengan modus dan kepentingan yang tidak selalu relate dengan ide dan program peserta pemilu. Informasi hoaks berseliweran sama banyaknya dengan berita yang diproduksi dengan standar jurnalisme.

Tak ingin warganya menjadi korban hoaks saat pelaksanaan Pemilu 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat melakukan sejumlah upaya untuk menangkal hoaks.

Terlebih, setiap pilpres dan pemilu legislatif, jumlah pemilih tetap atau DPT Provinsi Jawa Barat merupakan terbanyak se-Indonesia, 32,7 juta pemilih pada Pemilu 2014 dan 33,2 juta pemilih di Pemilu 2019.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh KPU Jawa Barat ialah dengan menggandeng Jabar Saber Hoaks (JHS).

JHS merupakan unit kerja di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang bekerja guna menangkal informasi bohong. Unit ini melakukan kerja sama dengan KPU setempat untuk memberantas penyebaran berita hoaks yang dapat memecah belah masyarakat.

Ketua JHS, Alfianto Yustinova, menuturkan penyebaran hoaks terjadi sesuai dengan situasi dan kondisi di daerah.

Kolaborasi yang dilakukan oleh JSH dengan penyelenggara pemilu dapat meminimalisasi penyebaran berita hoaks di Jawa Barat.

Pemilu yang selalu dibarengi dengan kontestasi berpotensi memicu penyebaran hoaks apalagi tahun depan sudah memasuki tahun politik.

Penyebaran hoaks dapat menyasar tiga elemen penting dalam pemilu, yaitu pemilih, penyelenggara pemilu, dan penegak hukum.

Oleh karena itu, Jabar Siber Hoaks akan hadir dan berperan serta memerangi penyebaran kabar bohong seputar kepemiluan.

Pihaknya juga berharap kolaborasi tersebut dapat menangkal penyebaran berita hoaks yang dapat memecah belah masyarakat.

Upaya terbaru yang dilakukan JSH untuk menangkal hoaks, yakni dengan meningkatkan literasi digital di tengah masyarakat. Penandatanganan komitmen bersama dengan Dinas Komunikasi dan Informatika kabupaten/kota dan provinsi melalui pembentukan Unit Saber Hoaks di kabupaten dan kota se-Jabar sudah dilakukan pada Juli 2022.

Replikasi unit saber hoaks

Untuk meningkatkan literasi digital masyarakat dalam menangkal hoaks, pihaknya mereplikasi unit saber hoaks di kabupaten/kota, bukan dengan menambah jumlah personel.

Saat ini sudah ada delapan kota/kabupaten yang mereplikasi JSH, yaitu Kota Bandung, Bandung Barat, Subang, Sumedang, Kota Tasikmalaya, Garut, Kota Cirebon, dan Kabupaten Cirebon.

Pada tahun ini diharapkan seluruh kota/kabupaten segera membentuk Unit Saber Hoaks, mengingat pada masa datang diperkirakan banyak isu krusial yang berpotensi mengganggu ketenteraman masyarakat seperti isu politik menjelang tahun 2024.

Jika di sebuah kabupaten/kota sudah ada unit saber hoaks, petugas bisa meminimalisasi hoaks.

Ketua KPU Jawa Barat Rifqi Ali Mubarok menyambut baik adanya kerja sama yang terjalin antara pihaknya dengan JSH dalam menangkal berita hoaks pada Pemilu 2024.

Jawa Barat sebagai provinsi dengan jumlah pemilih terbanyak di Indonesia harus bekerja ekstrakeras karena masalah yang dihadapi juga lebih kompleks.

Salah satu pekerjaan berat bagi KPU Jawa Barat adalah melawan kabar bohong kemudian mengklarifikasi agar tidak terjadi penyesatan informasi pada masyarakat.

Berita bohong tersebut sangat berbahaya karena bisa mempengaruhi proses demokrasi di Indonesia. Pihaknya berharap warga Jabar berhenti menyebarkan berita bohong, yang berpotensi memicu konflik antarkelompok.

Pemilih pemula mempunyai peran strategis karena mereka adalah generasi yang melek informasi di tengah arus informasi yang lebih cepat.

Pemilih pemula dapat menyampaikan informasi yang benar dan sesuai fakta terkait kepemiluan kepada keluarga atau rekannya.

KPU Jabar ingin pemilih pemula menjadi pemilih cerdas dan berkualitas dan tak terpengaruh berita hoaks atau pemberian sesuatu.

Masyarakat Jabar saat ini mulai mencari informasi mengenai tahapan yang dilakukan KPU termasuk tahapan pendaftaran partai politik.

Tugas menangkal hoaks tidak hanya bisa hanya dipikul penyelenggara pemilu namun harus ada peran serta semua pihak.

Jabar Saber Hoaks menyebutkan ada sejumlah kiat agar warga terhindar dari berita hoaks.

Pertama, selalu ingat bahwa semua yang dibaca di internet dan sosial media tidak selalu  merupakan berita atau informasi yang benar.

Kedua, jangan mudah terprovokasi atas informasi yang beredar di internet. Ketiga, bacalah berita hanya dari sumber kredibel.

Keempat, baca dulu beritanya. Bila berasal dari sumber kredibel, baru sebarkan ke sosial media. Kelima, jangan menelan mentah-mentah informasi yang ditemukan dari internet. Kiat terakhir, jangan percaya mitos.





Editor: Achmad Zaenal M









 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022