Tentu aplikasi-aplikasi yang ada ini menjadi suatu tantangan tersendiri di dalam digitalisasi puskesmas.
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Puskesmas Indonesia (APKESMI) membeberkan banyaknya aplikasi digital yang harus rutin memperbaharui setiap data pasien menjadi tantangan tersendiri bagi seluruh puskesmas yang berdiri di Indonesia.

“Tentu aplikasi-aplikasi yang ada ini menjadi suatu tantangan tersendiri di dalam digitalisasi puskesmas. Sehingga SIMPUS misalnya, harus diintervensi lebih banyak lagi,” kata Ketua APKESMI Trisna Setiawan dalam Webinar Smart Puskesmas Menuju Digitalisasi Layanan Kesehatan Primer yang diikuti secara daring, di Jakarta, Selasa.

Trisna menuturkan adanya kemajuan teknologi yang pesat, mendorong puskesmas untuk secara cepat dan rutin menyusun data pasien ke dalam banyak aplikasi yang dikelola oleh pemerintah seperti melalui Kementerian Kesehatan.

Beberapa aplikasi yang puskesmas gunakan adalah SIMPUS, SISRUTE, SPGDT, RRNS, Pcare BPJS, E Rekam Medis, dan terdapat 77 aplikasi aktif yang digunakan sebagai catatan bagi Kementerian Kesehatan.

Sayangnya, kepadatan menggunakan semua aplikasi itu belum diimbangi dengan ketersediaan sumber daya manusia berbasis IT yang masih sangat kurang di puskesmas. Tak jarang tenaga kesehatan justru merangkap sebagai petugas IT di puskesmas.

Hanya sedikit puskesmas yang memiliki tenaga khusus untuk pengelolaan data informasi. Kemudian status kepegawaian pengelola data informasi itu pun kebanyakan berasal dari kelompok non-PNS. Banyak petugas data informasi juga belum pernah mendapatkan pelatihan.

“Jangan banyak laporan dan aplikasi yang harus diisi oleh puskesmas. Sehingga sistem dapat diakses oleh yang membutuhkan. Kemudian juga ada sistem Pcare BPJS harus diintegrasikan dengan semua aplikasi yang ada,” katanya lagi.

Dengan demikian, dirinya berharap agar transformasi puskesmas dengan berbasiskan pada teknologi, mendapatkan dukungan tidak hanya dari dinas kesehatan daerah saja, tetapi juga pemerintah daerah untuk memfasilitasi sarana dan prasarana kerja di lingkup puskesmas.

Pada sisi lain, puskesmas juga masih mengalami kendala jaringan internet yang kurang baik dan anggaran yang belum memadai. Padahal tugas tenaga kesehatan di puskesmas terbilang cukup berat.

“Walaupun di perkotaan misalnya, kita lihat jaringan internet kita kadang-kadang down, padahal sedang sibuk-sibuknya pasien. Ternyata jaringan internetnya tidak kuat atau tidak cukup memadai untuk melayani kebutuhan-kebutuhan pasien apalagi tentunya di daerah-daerah yang lebih jauh,” ujar Trisna.

Dengan beberapa tantangan tersebut, dia menyarankan supaya pemerintah memberikan pelatihan digital secara aktif untuk para tenaga kesehatan puskesmas lebih mudah memahami perkembangan dan penerapan aplikasi yang baru.

Sedangkan sumber daya manusia penunjang dalam transformasi digital diatur oleh pemerintah pusat dengan melakukan rekrutmen PNS tenaga ahli IT untuk ditempatkan di puskesmas.

Trisna menambahkan dirinya berharap agar inovasi yang dikembangkan oleh puskesmas dapat lebih dimanfaatkan oleh dinas kesehatan di tingkat provinsi sampai kabupaten/kota.

“Sayangnya inovasi ini tidak terintegrasi ke sistem yang sudah ada selama ini. Termasuk juga semua sistem aplikasi ini, belum terintegrasi, sehingga seringkali input berkali-kali untuk data yang sama. kemudian juga tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh dinas kesehatan di provinsi, kabupaten/ kota,” ujarnya pula.
Baca juga: Kemenkes uji coba platform SatuSehat di 738 Puskesmas Jatim
Baca juga: Dua puskesmas di Banda Aceh tutup karena COVID-19


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022