Bondowoso (ANTARA) - Ratusan pelajar dan alumni Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Sumber Wringin, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, Sabtu siang, berkumpul di pinggir jalan desa di Desa Sumber Gading. Mereka mengenakan berbagai pakaian tradisional yang menggambarkan kekayaan budaya Nusantara.

Para pelajar tersebut mengikuti "Raung Festival Skaneber 2022" yang digelar oleh SMK N 1 Sumber Wringin (Skaneber). Sekolah kejuruan itu memang terletak di lereng Gunung Raung dan di jalur utama menuju Kawah Ijen jika dijangkau dari Kota Bondowoso.

Para siswa dan alumni itu menampilkan berbagai budaya dan aneka pakaian khas daerah di Nusantara, seperti Minang, Jawa Timur (diwakili oleh Reog Ponorogo dan Madura), Bali, Nusa Tenggara Timur, Sunda (Jawa Barat), Dayak (Kalimantan) dan daerah-daerah lainnya.

Beberapa instrumen budaya yang mewakili daerah itu, seperti alat musik tidak ditampilkan sebagai alat musik, melainkan dituangkan dalam rancangan busana, seperti alat musik Sasando dari Nusa Tenggara Timur (NTT), yang dikenakan pada pakaian peserta karnaval.

Selain itu, para peserta juga memperkaya tampilan budaya daerah dengan tarian yang diiringi lagu khas daerah tersebut. Contohnya, lagu "Mojang Priangan" untuk defile Jawa Barat dan lagu "Tonduk Majang" untuk mewakili Madura. Dalam perjalanan yang menempuh sekitar 4,5 kilo meter itu, mereka juga sambil menari dengan tarian khas daerah yang diwakilinya.

Tidak ketinggalan, diperkenalkan pula beberapa objek wisata yang dimiliki daerah tertentu, seperti "Api tak Kunjung Padam" yang ada di Pamekasan Madura dan beberapa objek wisata di daerah lain di Indonesia.  Penampilan ini juga menyampaikan pesan bahwa bangsa kita memiliki kekayaan budaya, sekaligus keindahan alam.

Selain terkait memperingati Dies Natalis XIII SMKN 1 Sumber Wringin, festival itu memiliki makna ganda, seperti merekatkan hubungan antara alumni dengan sekolah dan menjadi sarana hiburan bagi masyarakat desa.

Terjalinnya komunikasi antara alumni dengan sekolah sangat penting untuk pengembangan program dan kegiatan-kegiatan sekolah yang berkaitan dengan masyarakat. Setidaknya, para alumni itu merasa tidak dilupakan oleh sekolah. Dengan demikian, maka rasa memiliki pada sekolah akan tetap terjaga, meskipun mereka sudah berstatus sebagai "lulusan".

Tidak sedikit dari para alumni itu kini sudah berstatus berkeluarga. Bahkan, bukan tidak mungkin anak-anak mereka juga akan disekolahkan di SMK negeri tersebut, sehingga komunikasi sekolah dengan para orang tua siswa akan mudah terjalin. Apalagi jika sekolah memerlukan dukungan orang tua, terkait masalah yang dihadapi anak atau siswa.

Sementara dari sisi hiburan, pergelaran festival ini juga menunjukkan bahwa kegiatan massal tidak sepenuhnya terkikis oleh keberadaan telepon pintar, sebagaimana disinyalir selama ini. Artinya, masyarakat, khususnya di perdesaan, masih memiliki ketertarikan untuk menyaksikan kegiatan-kegiatan langsung yang bersifat massal. Hal itu dibuktikan dengan berjubelnya masyarakat yang menonton pergelaran itu di sepanjang jalan.

Profil pelajar Pancasila

Hal yang lebih penting dari festival ini adalah dalam rangka penguatan Profil Pelajar Pancasila sesuai Visi dan Misi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Mendikbud Ristek Nomor 22 Tahun 2020, tentang Rencana Strategis kementerian itu Tahun 2020-2024.

Kemendikbud Ristek menunjukkan enam ciri-ciri dari Profil Pelajar Pancasila yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.

Festival Raung ini setidaknya mewakili dua dari enam ciri Profil Pelajar Pancasila, yakni pada aspek berkebinekaan global. Pada ciri ini, seorang Pelajar Pancasila diharapkan mempertahankan budaya luhur, lokalitas dan identitasnya.

Meskipun demikian, pelajar Indonedia harus tetap berpikiran terbuka dalam berinteraksi dengan budaya lain, sehingga menumbuhkan rasa saling menghargai, kemungkinan terbentuknya dengan budaya luhur yang positif dan tidak bertentangan dengan budaya luhur bangsa.

Dari festival ini, elemen dan kunci kebinekaan global terlihat dengan pengenalan dan upaya penghargaan budaya di luar budaya lokal siswa dan alumni sekolah yang berbasis budaya "pendalungan", yakni campuran antara budaya Madura dengan Jawa.

Aspek lokal yang juga diperkenalkan dalam festival itu adalah tarian Petik Kopi yang merupakan tarian khas Bondowoso, dan pengenalan mengenai budaya Madura yang diwakili oleh pakaian dan atraksi seni tarinya. Kabupaten Bondowoso, yang selama ini dikenal sebagai daerah penghasil tapai, juga merupakan penghasil kopi ternama. Masyarakat Sumber Wringin dan sekitarnya juga merupakan petani kopi, selain di kawasan sekitar Kawah Ijen.

Ciri lain yang dapat mengajak siswa pada Pelajar Pancasila adalah kreativitas. Untuk tampil dalam festival yang melibatkan para pihak di pemerintah daerah, khususnya kecamatan, personel TNI dan Polri itu, memerlukan kreativitas tinggi. Mereka dituntut untuk mengkreasikan simbol-simbol budaya daerah dalam bentuk visual, khususnya fesyen.

Karena kedekatan geografis dengan Kabupaten Jember yang selama ini dikenal dengan Jember Fashion Carnival (JFC), penampilan para peserta dalam Festival raung itu juga menampilkan fesyen meriah dengan modal dasar seni daerah. Untuk menampilkan Sasando misalnya, alat musik petik itu mereka pasangkan pada ornamen fesyen di bagian kepala.

Sebagai pertunjukan yang melibatkan banyak orang, ajang ini juga memerlukan kerja dan keguyuban antara satu dengan lainnya. Pada aspek ini, festival ini juga mengajarkan sekaligus melestarikan budaya luhur bangsa, yakni gotong royong, yang telah diwariskan oleh para pendahulu bangsa ini.
 

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022