Yogyakarta (ANTARA News) - Desakan magma dari perut Gunung Merapi (2.968 mdpl) ke permukaan puncak cukup besar, namun arah keluarnya material vulkanik itu belum bisa dipastikan, kata Dewi Sri, petugas Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Sabtu. Dihubungi ANTARA News di Yogyakarta, staf ahli geologi BPPTK itu menyebutkan desakan magma di perut gunung ke permukaan puncak cukup besar, yang ditandai dengan tingginya angka kejadian gempa fase banyak (multiphase/MP). Dari hasil pengamatan 14 April hingga 15 April 2006 pukul 06.00 WIB, tercatat gempa fase banyak (MP) terjadi 121 kali. "Ini menandakan desakan magma yang akan keluar ke permukaan gunung sangat besar, dan posisi material vulkanik yang terus bergerak itu berada di kedalaman kurang dari satu kilometer dari puncak," sambungnya. Sementara itu, gempa frekuensi rendah (LF) terjadi satu kali, dan gempa tektonik juga satu kali. Gempa vulkanik tidak terjadi. "Namun, secara kuantitatif kegempaan, tetap menunjukkan jumlah yang cukup tinggi," ujarnya. Sedangkan dari pengamatan visual terhadap puncak Merapi, asap solfatara berwarna putih tebal dengan tekanan lemah. Tinggi asap maksimum 100 meter dari puncak gunung. Cuaca pada pagi dan malam hari cerah. Sedangkan siang hari puncak tertutup kabut dan mendung. Hujan terjadi di sektor selatan, barat daya dan utara. Guguran lava pijar tidak terjadi, dan titik api diam di puncak Merapi tidak tampak. Angin berembus tenang di puncak gunung itu. Dengan perkembangan terakhir Merapi yang status aktivitasnya kini masih "siaga", BPPTK Yogyakarta menyarankan warga masyarakat tidak melakukan kegiatan di badan sungai yang berhulu di gunung itu yakni Sungai Woro, Gendol, Boyong, Krasak, Sat, Putih, Lamat, Senowo, Trising dan Sungai Apu dalam radius delapan kilometer dari puncak gunung. Kawasan itu masuk wilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB) III. Begitu pula para penambang pasir di sungai diminta tidak melakukan kegiatan penambangan dalam radius delapan kilometer dari puncak gunung ini. Kepada para wisatawan dan pendaki gunung juga diimbau tidak mendaki ke puncak Merapi. Sedangkan kepada pemerintah kabupaten di sekitar gunung ini yaitu Magelang, Boyolali dan Klaten (Jawa Tengah) serta Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) perlu mempersiapkan segala sesuatu terkait dengan mitigasi bencana akibat letusan gunung itu. Letusan besar terakhir Gunung Merapi terjadi 22 November 1994 yang menewaskan 66 orang, sebagian besar warga Dusun Turgo dan Kaliurang, Kabupaten Sleman, DIY. Sedangkan korban luka bakar akibat terjangan "awan panas" dan material vulkanik dari gunung ini mencapai belasan orang. Merapi yang terletak di perbatasan wilayah Jateng dan DIY itu tergolong gunung api paling aktif di dunia. Aktivitas vulkaniknya terjadi hampir sepanjang tahun.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006