Sorong (ANTARA) - Antrean panjang truk untuk mendapatkan solar bersubsidi menjadi sebuah fenomena di Kota Sorong, Provinsi Papua Barat, belum berakhir sampai saat ini. Para sopir sudah berjam-jam, dan bahkan ada pula yang sudah hitungan hari, memarkir kendaraan sekitar Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) untuk memperoleh solar. 

Antrean panjang tersebut kini mulai dirasakan sangat mengganggu aktivitas masyarakat lainnya. Bahkan, para pemilik toko di sekitar SPBU mengeluh, sebab aktivitas mereka terganggu dengan antrean itu.

Ratusan sopir truk pada Senin (17-10) mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Sorong untuk menyampaikan aspirasi mereka. Para sopir berharap ada  solusi agar antrean panjang untuk mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar bersubsidi tidak terjadi. 

Para sopir truk mendatangi DPRD Kota Sorong menggunakan kendaraan masing-masing. Sempat terjadi kemacetan di jalan utama Kota Sorong,  namun tidak lama karena aparat kepolisian langsung turun lapangan untuk mengatur arus lalu lintas.

Para sopir rela tidak bekerja seharian hanya untuk menyampaikan aspirasi kepada pemerintah daerah melalui DPRD setempat agar masalah yang mereka hadapi mendapat solusi sehingga  antrean solar bersubsidi dapat teratasi.

Kordinator sopir truk Sorong, Victor Sarfunin,  menjelaskan bahwa tujuan para sopir mendatangi DPRD Kota Sorong hanya untuk menyampaikan aspirasi bahwa pemerintah daerah harus membantu para sopir truk agar antrean panjang untuk memperoleh solar subsidi dan meresahkan masyarakat lain, harus segera diatasi.

Setiap hari pada tiga SPBU penyalur solar bersubsidi di Kota Sorong tidak pernah dapat memenuhi kebutuhan para sopir truk. Itu sudah berlangsung berbulan-bulan.

SPBU mulai beroperasi pukul 06.00 WIT untuk melayani masyarakat. Khusus bahan bakar minyak subsidi jenis solar siang hari pukul 12.00 WIT sudah habis stok.

Sedangkan permenuhan BBM jenis lainnya seperti pertalite, pertamax berjalan lancar,  tidak ada masalah. "Hanya BBM jenis solar yang cepat habis entah apa sebabnya," kata Victor.

Padahal, menurut Pertamina sebagai penyalur bahwa setiap hari mengirimkan BBM jenis solar sesuai dengan kouta yang dibutuhkan di SPBU. Tetapi pasokan itu tidak pernah mencukupi kebutuhan sopir truk.

Viktor menceritakan perjuangan para sopir truk di wilayah Sorong untuk mendapatkan BBM bersubsidi solar guna bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarga. Mereka harus bermalam di SPBU dengan kendaraan hanya untuk mengisi solar subsidi di pagi hari.

Mereka rela meninggalkan anak dan istri di rumah dan tidur dengan kendaraan di SPBU hanya untuk mendapatkan solar bersubsidi. Sebab, bahan bakar itulah yang menjadi harapan mereka untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Dia yakin stok BBM solar bersubsidi setiap hari pada SPBU di kota Sorong dapat memenuhi kebutuhan para sopir truk. Hanya saja, dia menduga ada oknum-oknum yang sengaja membeli dan menimbun untuk dijual kepada industri dengan harga yang lebih tinggi untuk kepentingan pribadinya.

"Antrean BBM bersubsidi khususnya solar ini karena diduga banyak mafia, dan kami pun tahu tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Kami takut berbicara karena berujung pengancaman yang tentunya membahayakan diri sendiri dan keluarga," ujarnya.

Karena itu, kata Victor, para sopir truk di wilayah Sorong mendatangi kantor wakil rakyat untuk meminta agar dicarikan jalan keluar atas permasalahan  antrean panjang untuk mendapatkan solar bersubsidi.


Sesuai kuota

Sales Branch Manager Rayon I TPBBU Pertamina Patra Niaga Papua Barat, Made Mega,  menyatakan bahwa  Pertamina telah menyuplai solar bersubsidi pada tiga SPBU di Kota Sorong sesuai kuota, sebanyak 25 kilo liter per hari. 

 Awalnya berjalan lancar, dan tidak ada antrean panjang. Namun, beberapa waktu kemudian terjadi antrean panjang yang dirasakan banyak pengguna komoditas tersebut. 

Untuk mengatasi antrean panjang kendaraan untuk memperoleh solar bersubsidi, Pertamina telah menambah kuota ke SPBU dari 25 kilo liter menjadi 40 kilo liter per hari. Tapi, tidak juga dapat mengatasi antrean panjang solar bersubsidi.

Kemudian, Pertamina kembali menaikkan kuota solar bersubsidi pada SPBU penyalur di Kota Sorong dari 40 kilo liter menjadi 60 per hari. Namun, lagi-lagi antrean panjang untuk memperoleh solar bersubsidi belum dapat diatasi pula.

Oleh karena itu, Made meemohon kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengawasan serta penertiban kepada para pihak yang diduga menjadi mafia BBM bersubsidi. Jika terbukti, mereka harus diproses hukum sesuai aturan yang berlaku.

Ketua Komisi II DPRD Kota Sorong, Demanto Silalahi menyampaikan terima kasih kepada para sopir truk yang  tertib datang ke Kantor DPRD untuk bertemu wakil rakyat menyampaikan aspirasi antrean panjang solar bersubsidi.

Setelah mendengarkan aspirasi dari para sopir truk, Komisi II DPRD Kota Sorong langsung melakukan rapat internal untuk membahas tindak lanjut dari aspirasi para sopir tersebut.

Sebab antrean panjang solar bersubsidi di SPBU sudah sangat meresahkan masyarakat, terutama pengguna jalan lainnya dan pemilik toko yang ada di sekitar SPBU,  karena jalannya terhalang oleh antrean panjang kendaraan.

Sebelumnya, para pemilik toko di sekitar juga telah menyampaikan aspirasi kepada dewan bahwa mereka sangat terganggu dengan antrean panjang truk untuk mendapatkan BBM solar bersubsidi hingga menutupi halaman depan toko mereka.

"Kami dalam waktu dekat akan mengundang seluruh instansi terkait untuk membahas masalah ini hingga tuntas ada jalan keluar tidak terjadi antrian panjang lagi," ujar Demanto.

Jajaran DPRD Kota Sorong menyampaikan kepada para sopir truk agar memberikan waktu kepada DPRD dan Pemerintah Kota Sorong untuk melakukan pertemuan dengan seluruh pihak termasuk jajaran kepolisian untuk mencari jalan keluar. Pemerintah Kota Sorong bersama aparat terkait, akan membasmi jika diduga ada mafia BBM bersubsidi yang mengakibatkan antrean panjang di Kota Sorong dan meresahkan masyarakat.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022