New Delhi (ANTARA News) - Keamanan di tempat-tempat ibadah di New Delhi, Ibukota India, ditingkatkan menjadi tertinggi pasca-ledakan dua bom yang menghantam masjid utama, Masjid Jama, kata polisi. Paling tidak 13 orang cedera ketika dua bom berkekuatan rendah meledak di kompleks Masjid Jama yang dibangun pada abad ke-17 segera setelah sholat asyar, Jumat. Tapi, polisi sebagaimana dikutip Kantor Berita India (PTI) melaporkan, tidak ada kerusakan di bangunan gedung itu, yang juga masjid terbesar India itu. Polisi tambahan digelar di instalasi-instalasi penting, kantor-kantor pemerintah, khususnya tempat-tempat ibadah seperti candi-candi Hindu termasuk Laxminarayan Mandir dan kompleks Akshardham untuk mencegah serangan kelompok garis ekras," kata seorang perwira senior polisi. Polisi India memperkirakan, kelompok garis keras Muslim melancarkan serangan ke tempat-tempat ibadah di seluruh negara itu untuk menciptakan ketegangan antara kaum Muslim dan Hindu. Mengutip sumber-sumber, suratkabar Indian Express melaporkan, ledakan-ledakan itu "bertujuan untuk menimbulkan ketakutan dan tidak untuk membunuh," dan mengisyaratkan satu usaha untuk meningkatkan ketegangan masyarakat. Saat Satuan Khusus Polisi New Delhi mulai menyelidiki ledakan pada Jumat itu, dan melakukan patroli yang intensif di pasar-pasar yang ramai, stasiun-stasiun kereta api, terminal-terminal bus, dan memeriksa kendaraan-kendaraan di daerah-daerah perbatasan New Delhi. Sementara itu, kegiatan bisnis berjalan seperti biasa di bagian-bagian lama ibukota itu di mana Masjid Jama terletak. Menurut kantor berita IANS, sekitar 250 jemaah hadir dalam Shalat Subuh pada Sabtu pagi. Para pemimpin India, termasuk Presiden, APJ Abdul Kalam, dan Perdana Menteri (PM), Manmohan Singh, mengutuk ledaan-ledakan di New Delhi itu dan tujuh serangan granat di kota Srinagar, India utara, juga terjadi Jumat, yang menewaskan lima orang dan 40 lainnya cedera. Kalam mengatakan, ia terkejut atas "tindakan yang tidak berperikemanusiaan" itu dan mendesak rakyat untuk tetap tenang. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006