Jakarta (ANTARA News) - Utusan khusus Pemerintah Australia yang akan menjelaskan hasil peninjauan kembali atas keputusan pemberian visa sementara kepada 42 WNI asal Papua akan tiba di Jakarta, Jumat, 21 April 2006. "Kami diberitahu Pemerintah Australia bahwa Pemerintah Australia akan mengirimkan utusan khusus yang akan tiba pekan depan untuk menjelaskan kebijakan itu," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri (Deplu), Desra Percaya, kepada ANTARA News di Jakarta, Minggu. Menurut dia, diharapkan dengan kunjungan utusan khusus itu akan dapat diperoleh penjelasan yang lebih jauh mengenai kebijakan Pemerintah Australia. "Untuk kemudian menentukan sikap Pemerintah Indonesia lebih lanjut," katanya. Pada kesempatan itu dia juga mengatakan, Pemerintah Indonesia menghargai kebijakan baru Pemerintah Australia terkait imigrasi. "Tapi, Pemerintah Indonesia masih ingin mendengar lebih lanjut detil dari kebijakan itu termasuk status 42 WNI Papua yang memperoleh visa sementara," katanya. Pada kesempatan sebelumnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda mengatakan Indonesia hingga kini masih menunggu hasil kaji ulang dan langkah yang akan diambil oleh Australia selanjutnya mengenai keputusan itu. "Baik mengenai visa sementara kepada 42 orang itu atau kebijakan ke depan Australia," katanya. Menlu mengatakan, Australia tengah membahas hal itu dan mungkin keputusan itu yang nantinya akan disampaikan ke Indonesia. Saat ditanya mengenai kemungkinan adanya dialog bagi kedua belah pihak, Menlu mengatakan, tidak menutup kemungkinan dalam proses itu bisa ada dialog khusus. Perdana Menteri Australia, John Howard, dalam jumpa pers di Melbourne, Jumat (7/4), mengatakan bahwa Pemerintah Australia akan meninjau kembali proses pemberian visa sementara yang sudah diberikan kepada 42 WNI asal Papua pencari suaka politik. Pernyataannya itu disebut-sebut sebagai tanggapan atas kemarahan Indonesia terhadap pemberian visa temporer terhadap ke-42 warga Papua tersebut. Indonesia, baik melalui pernyataan resmi yang dikeluarkan Deplu RI maupun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyatakan terkejut dan kecewa terhadap keputusan Pemerintah Australia yang memberikan visa kepada 42 warga Papua itu. Pemerintah Indonesia bahkan telah menegaskan bahwa keputusan Australia tersebut telah mengganggu hubungan baik kedua negara. Sebagai sikap protes, Jakarta telah memanggil pulang Duta Besar RI untuk Australia, Hamzah Thayeb; mengancam akan membekukan kerja sama kedua negara dalam penanganan imigran gelap; serta menegaskan bahwa hubungan kedua negara baru akan kembali pulih jika Australia memberikan respon yang memadai terhadap kemarahan Indonesia itu. Namun, bertentangan dengan pernyataan Howard, Menlu Australia Alexander Downer menyatakan keraguannya bahwa Pemerintah Australia bisa mempengaruhi keputusan Imigrasi tentang pemberian visa perlindungan kepada para pencari suaka di Australia, demikian seperti yang dikutip oleh The Sydney Morning Herald, Minggu (9/4). Alexander Downer mengungkapkan sebenarnya secara historis seorang menteri luar negeri memiliki kekuasaan untuk mengubah keputusan Imigrasi menjadi kebijakan luar negeri. Namun ia menekankan kekuasaan tersebut agak tidak mungkin digunakan jika terjadi pengajuan permintaan suaka, karena Australia sendiri terikat oleh kewajiban-kewajiban yang digariskan oleh Konvensi PBB tentang Pengungsi. "Mengubah kebijakan adalah masalah yang sulit," katanya. Menlu Australia itu mengatakan pihaknya akan mencari sejumlah opsi yang mungkin diambil Pemerintah Australia pada minggu yang akan datang. Sementara itu, pihak Indonesia, terutama Departemen Luar Negeri, belum menerima penjelasan resmi dari Pemerintah Australia tentang pernyataan Howard, bahwa Canberra akan meninjau kembali proses pemberian visa kepada para pencari suaka asal Papua. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006