Jakarta (ANTARA) - Henry Yosodiningrat, Kuasa Hukum mantan Karopaminal Divpropam Polri Brigjen Pol. Hendra Kurniawan, mengatakan tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di sidang perkara obstruction of justice atau menghalangi penyidikan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

"Untuk menghormati asas peradilan cepat, murah dan sederhana, kami memandang bahwa tidak perlu kami untuk menyampaikan eksepsi," kata Henry usai sidang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jakarta, Rabu.

Pihaknya tidak mengajukan eksepsi karena menurutnya surat dakwaan JPU telah memenuhi syarat-syarat formil dan materiil dari suatu surat dakwaan.

"Yang dieksepsi itu apabila dakwaan tidak memenuhi syarat-syarat formil dan syarat materiil dari surat dakwaan sebagaimana ditentukan dalam ketentuan pasal 143 KUHP," katanya.

Henry juga menyebut dari rangkaian perbuatan yang diuraikan oleh JPU dalam persidangan Hendra Kurniawan sama sekali tidak ada satu perbuatan yang merupakan perbuatan pidana.

"Enggak ada perbuatan terdakwa, melainkan perbuatan orang lain yang tidak ada hubungannya dengan terdakwa," ucapnya.

Baca juga: JPU dakwa Hendra Kurniawan dengan UU ITE dalam kasus Brigadir J

Baca juga: Polri ungkap nama delapan polisi saksi terkait jet pribadi


Ia mengatakan bahwa Hendra Kurniawan tidak mengetahui fakta kebenaran dari peristiwa yang disampaikan Ferdy Sambo perihal peristiwa penembakan di Kompleks Polri Duren Tiga yang menyebabkan tewasnya Brigadir J dan kaitannya dengan dugaan kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi.

"Dia enggak tahu apakah peristiwa yang apakah cerita yang disampaikan oleh Sambo ini fakta yang sebenarnya atau tidak," ujarnya.

Ia lantas berkata, "Dia nggak tahu bahwa itu skenario atau apa, dia enggak tahu".

Ia kemudian menjelaskan pula kronologi sebagaimana surat dakwaan yang dibacakan JPU dalam persidangan, bahwa Hendra dan AKBP Arif Rachman Arifin sempat menghadap Sambo untuk menyampaikan bahwa isi rekaman CCTV yang dilihatnya berbeda dengan kronologi kematian Brigadir J yang diskenariokan Sambo.

Di mana, salah satu CCTV menampilkan tayangan Brigadir J yang masih hidup setelah Ferdy Sambo tiba di rumah dinasnya. Padahal, Sambo menyebut bahwa Brigadir J sudah tewas akibat baku tembak dengan Bharada E sebelum Sambo tiba di rumah dinas Duren Tiga.

"Waktu lapor ketemu Sambo, Sambo marah dan mengancam 'kalau sampai bocor, ini dari kalian!," kata Henry.

Baca juga: Polri minta keterangan 22 saksi soal jet pribadi Hendra Kurniawan

Baca juga: PN Jaksel gelar sidang 6 terdakwa "obstruction of justice" hari ini


Hendra Kurniawan didakwa dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Dalam dakwaan primer kesatu, Hendra Kurniawan didakwa dengan Pasal 49 juncto Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Selanjutnya dakwaan primer kedua, Pasal 233 KUHPidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, subsider Pasal 221 ayat (1) ke-2 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Hendra Kurniawan merupakan satu dari tujuh tersangka dalam perkara obstruction of justice bersama dengan Ferdy Sambo, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, Kombes Pol. Agus Nurpatria Adi Purnama, dan AKP Irfan Widyanto.

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022