Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjelaskan peran keterlibatan Agus Nurpatria dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Kombes Pol Agus Nurpatria merupakan satu dari tujuh terdakwa dalam pidana penghalangan keadilan yang disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.

Ia pertama kali mendapatkan kabar kematian Brigadir J dari terdakwa Hendra Kurniawan, yang menghubungi dia untuk bertemu di Kantor Divisi Propam Mabes Polri.

Baca juga: JPU dakwa Hendra Kurniawan dengan UU ITE dalam kasus Brigadir J

Ia mendapatkan arahan dari terdakwa Ferdy Sambo untuk memproses kasus kematian Brigadir J sesuai dengan kejadian di TKP Duren tiga.

Kemudian, dia juga mendapatkan perintah dari Kurniawan untuk mengecek dan membersihkan kamera pemantau (CCTV) yang merekam semua kejadian di sekitar kompleks tempat tinggal Sambo di Duren Tiga.

Ia juga berperan memerintahkan terdakwa lainnya, Irfan Widyanto, untuk mengambil dan menganti DVR CCTV di Pos keamanan Kompleks Perumahan Polri, yang tepat mengarah ke rumah dinas Sambo.

Baca juga: Menuntaskan kasus Sambo-Teddy demi menjaga muruah Polri

"Terdakwa Agus Nurpatria memahami betul kegunaan CCTV tersebut merupakan petunjuk yang kuat atas kejadian penembakan di rumah Ferdy Sambo," kata JPU. 

Ia juga mengetahui salah satu CCTV menampilkan tayangan Brigadir J yang masih hidup, setelah Sambo tiba di rumah dinasnya. Tayangan CCTV itu berbeda dengan kronologis kejadian yang sudah diskenariokan Sambo.

Baca juga: Hakim minta JPU hadirkan 12 saksi di sidang Bharada E

Dalam dakwaan primer kesatu, Nurpatria didakwa dengan pasal 49 juncto pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19/2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11/2008 tentang ITE juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Selanjutnya dakwaan primer kedua, Pasal 233 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsidair pasal 221 ayat (1) ke-2 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Baca juga: Bharada Eliezer: Saya tak memiliki kemampuan menolak perintah jenderal

Ancaman hukuman jika memenuhi unsur Pasal 32 ayat (1) dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 miliar.

Ketua majelis hakim, Ahmad Suhel, lalu menanyakan kepada Nurpatria apakah mengerti maksud dari dakwaan JPU tersebut.

"Saya mengerti. Eksepsi saya serahkan kepada kuasa hukum," kata dia di hadapan majelis hakim.

Sementara itu kuasa hukum Nurpatria, Henry Yosodiningrat, mengatakan, tidak akan melakukan eksepsi untuk surat dakwaan tersebut.

Sidang dilanjutkan kembali pada Kamis (27/10) dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.

Pewarta: Fauzi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2022