Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis mata dr. Rina La Distia Nora, Ph.D, Sp.M(K) mengatakan uveitis atau peradangan dalam bola mata bisa menyebabkan kebutaan jika kondisi tersebut tidak diobati atau tidak ditangani.

“Iya, benar sekali (bisa buta). Kenapa? Karena peradangannya ada di dalam bola mata, sedangkan untuk melihat itu kita memerlukan organ yang ada di dalam bola mata,” kata Rina La Distia yang juga Ketua Kelompok Kerja Uveitis Indonesia (Keruvina) INOIIS-PERDAMI dalam bincang virtual, di Jakarta, Jumat.

Dokter yang akrab disapa Ladis itu mengatakan kebutaan merupakan komplikasi uveitis pada tahap yang paling akhir. Komplikasi-komplikasi lain yang mengarah ke kebutaan juga termasuk katarak, glukoma, pendarahan di dalam bola mata, lepasnya saraf mata, hingga produksi air mata berkurang yang menyebabkan bola mata akan mengecil.

Baca juga: Dokter: Sadari tahap perkembangan penglihatan untuk cegah ambliopia

Ladis menjelaskan uveitis merupakan kondisi peradangan di bagian tengah bola mata, yang memiliki banyak pembuluh darah.

Gejala yang kerap ditunjukkan pasien yaitu mata merah disertai dengan rasa silau yang nyeri. Gejala lain pasien melihat bayang hitam yang melayang-layang. Jika gejala tersebut muncul, Ladis mengatakan sebaiknya segera diperiksakan ke dokter mata.

Menurut dia, penyebab uveitis yang paling sering adalah infeksi seperti toksoplasmosis dan tuberkulosis. Selain itu, ada pula penyebab non-infeksi yang biasanya terkait dengan penyakit autoimun.

“Di Indonesia, paling banyak penyebab uveitis adalah infeksi. Tapi angkanya sebetulnya 33 persen. Dari seluruh kasus uveitis, 33 persen penyebabnya infeksi. Yang non-infeksi hanya 11 persen. Sisanya, itu tidak diketahui penyebabnya,” kata Ladis.

Baca juga: Dokter sarankan pengaturan waktu tatap layar untuk cegah gangguan mata

Sebelum mengidentifikasi penyebab uveitis yang diderita seseorang, dia menjelaskan bahwa dokter mata mula-mula harus memeriksa pasien dengan berbagai metode untuk menentukan posisi peradangan. Setelah lokasi peradangan uveitis diketahui, dokter akan berusaha mencari tahu penyebabnya.

Ladis mengatakan biasanya dokter mata bekerja sama dengan dokter-dokter di bidang lain mengingat penyakit mata ini memiliki kemungkinan berhubungan dengan penyakit lainnya. Dengan begitu, diagnosis yang tegak pada seorang pasien diharapkan tercapai.

Menurut Ladis, perjalanan untuk menentukan penyebab uveitis membutuhkan waktu yang bervariasi bergantung kasus individu, bahkan ada pula kasus yang setelah 15 tahun baru ditemukan penyebab pastinya. Jika penyebab masih tidak diketahui, Ladis mengatakan strategi pengobatan tetap akan diberikan oleh dokter.

Dia mengatakan beberapa pasien terkadang memutuskan untuk beralih ke dokter lainnya di tengah upaya pengobatan karena tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan terkait penyebabnya. Berpindah-pindah dari satu dokter ke dokter lainnya bisa merugikan pasien karena harus memulai pemeriksaan dari awal kembali.

Baca juga: Dokter: Myopia pada anak bisa dicegah dengan aktivitas luar ruang

“Waktu berobat harap bersabar kalau dokternya itu banyak rencana yang sifatnya tidak langsung selesai karena uveitis itu penyebabnya ada 30 macam lebih, kami tidak mungkin memeriksa ke seluruh 30 penyebab uveitis tersebut. Jadi kami melakukan langkah yang mendekati uveitis itu,” katanya.

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022