Target gerakan ini menyasar 1.028 sekolah dengan tujuan pencegahan stunting melalui gerakan remaja putri minum tablet tambah darah (TTD)
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan menggelar Gerakan Nasional Aksi Bergizi dalam rangka menekan kasus stunting di Indonesia melalui pemberian tablet penambah darah kepada seluruh remaja putri di Indonesia.

"Target gerakan ini menyasar 1.028 sekolah dengan tujuan pencegahan stunting melalui gerakan remaja putri minum tablet tambah darah (TTD)," kata Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes, Endang Sumiwi dalam Media Briefing Gerakan Nasional Aksi Bergizi yang diikuti dalam jaringan Zoom di Jakarta, Senin.

Gerakan tersebut dimulai pada 26 Oktober 2022 dengan estimasi jumlah peserta mencapai 1.395.000 orang, dari total jumlah sasaran remaja putri penerima TTD di Indonesia 12.349.190 orang.

Ia mengatakan, stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada balita karena kurangnya asupan gizi, infeksi berulang, hingga kurangnya stimulasi gizi.

Pemerintah telah menetapkan target capaian angka stunting di Indonesia pada 2024 ditekan hingga 14 persen, dari 24 persen pada 2021.

"Presiden Joko Widodo mengatakan, bahwa angka ini bukan angka yang mudah, tapi kalau lapangannya dikelola dengan manajemen yang baik, angka ini bukan yang sulit untuk diraih. Kuncinya adalah mengelola implementasi di lapangan," katanya.

Endang mengatakan Gerakan Nasional Aksi Bergizi membutuhkan gerakan bersama dari seluruh pihak terkait.

Berdasarkan data stunting Kemenkes, kata Endang, setiap bayi yang lahir memiliki 23 persen risiko stunting dengan panjang badan di bawah 48 persen.

"Sisanya, 77 persen atau hampir 80 persen terjadi sesudah lahir. Sehingga perlu ada dua intervensi, yakni sebelum dan sesudah kelahiran," katanya.

Gerakan Nasional Aksi Bergizi, kata Endang, merupakan salah satu intervensi pemerintah dalam mencegah stunting sebelum kelahiran.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 mengatur tentang ketentuan remaja putri menerima TTD, karena kondisi gizi bayi sebelum dilahirkan perlu diperbaiki.

"Bahkan sejak remaja juga perlu diperbaiki asupan gizinya, karena akan terbawa sampai mereka dewasa dan memasuki fase kehamilan," katanya.

Data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) 2018 yang dihimpun Direktorat Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI melaporkan, kasus anemia atau kurang darah pada remaja masih cukup tinggi, berkisar di atas 20 persen dari total populasi usia remaja.

"Pada usia 5 hingga 14 tahun, kasus anemia 26,8 persen, usia 15 hingga 24 tahun 32 persen," katanya.

Selain itu, jumlah remaja putri yang memperoleh TTD dalam 12 bulan terakhir berkisar 76,2 persen, tapi hanya 1,4 persen yang mengonsumsi TTD sesuai anjuran.

"Gerakan ini adalah hal penting untuk meningkatkan konsumsi TTD pada remaja putri sekaligus memperbaiki perilaku mengonsumsi gizi seimbang," demikian  Endang Sumiwi .

Baca juga: Kemenkes intervensi gizi 900 ribu ibu hamil dan balita cegah stunting

Baca juga: Kemenkes targetkan 16,2 juta remaja putri konsumsi tablet tambah darah

Baca juga: Kerja sama Kemenkes-GAIN bentuk generasi peduli gizi

Baca juga: Remaja putri anemia berisiko lahirkan anak "stunting"


 

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022