Yogyakarta (ANTARA News) - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X memperkirakan Gunung Merapi yang sejak 12 April lalu aktivitasnya berstatus `siaga`, akan meletus tujuh hingga 10 hari mendatang. "Karena itu, saya minta Pemerintah Kabupaten Sleman untuk segera mengungsikan penduduk yang tinggal di kawasan terdekat dengan Gunung Merapi, guna mengurangi resiko yang kemungkinan terjadi," kata gubernur pada rapat koordinasi dengan Pemkab Sleman dan jajaran Pemprop DIY terkait dengan peningkatan aktivitas gunung itu, Selasa. Ia meminta agar warga di sepuluh dusun yang berada di kawasan rawan bencana (KRB) yakni Kinahrejo, Pelemsari, Kalitengah, Kaliadem, Ngangkrah, Tritis, Turgo, Boyong, Tunggul Arum dan Ngandong menjadi prioritas utama segera diungsikan, karena mereka yang paling rawan terkena material vulkanik letusan. Dari 10 dusun itu, menurut Sultan, yang seharusnya mendapat perhatian adalah dusun-dusun di Kecamatan Cangkringan, karena warga di kawasan tersebut dinilai paling tidak berpengalaman dalam menghadapi bencana gunung yang termasuk gunung teraktif di dunia ini. Meskipun hanya berjarak lima kilometer dari puncak Merapi, pada bencana awanpanas (`wedhus gembel`) 22 November 1994, Cangkringan menjadi satu-satunya kawasan dari tiga kecamatan yang tidak terimbas letusan. "Warga di kawasan Cangkringan sebaiknya turun dulu, lebih cepat lebih baik," sambungnya. Evakuasi terhadap warga akan sangat terlambat apabila dilakukan pada status aktivitas Merapi `awas` yang sudah ditandai dengan letusan, atau terjadinya awanpanas. Kecepatan luncuran material vulkanik tersebut dipastikan sangat lebih cepat dari kecepatan berlari warga setempat, terlebih bagi warga usia lanjut. Menurut dia, Pemkab Sleman harus melakukan pendekatan yang lebih intensif dan manusiawi, agar warga tergerak untuk mau mematuhi imbauan, sehingga proses evakuasi lancar, mengingat selama ini warga cenderung sulit diajak mengungsi apabila belum ada tanda-tanda nyata. Evakuasi tersebut, kata gubernur, bukan hanya menyelamatkan manusia, tetapi juga "rojoboyo" (harta benda), terutama ternak milik penduduk. Selama berada di tempat pengungsian, warga masih diperbolehkan bekerja seperti biasa di ladangnya yang berada di sekitar tempat tinggal mereka. "Tetapi, pada malam hari warga harus kembali ke barak pengungsian demi keselamatan mereka, untuk menghindari kemungkinan letusan terjadi pada malam hari," ujarnya. Ia memberi batas waktu persiapan yang akan dilakukan Pemkab Sleman dan Pemprop DIY hingga 21 April mendatang, sehingga proses evakuasi penduduk dapat lebih cepat dilaksanakan. Sebanyak 22.452 jiwa penduduk di tiga kecamatan yaitu Turi, Pakem dan Cangkringan akan menempati 15 barak pengungsian yang sudah dipersiapkan. Setiap hari masing-masing jiwa membutuhkan empat ons beras dan lauk senilai Rp3.000 per hari. Sementara itu, Ketua Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Dr Ratdomopurbo yang juga hadir dalam rapat tersebut mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum dapat memastikan kapan Merapi akan meningkat status aktivitasnya menjadi `awas`. Dia juga tidak dapat memperkirakan tipe letusan Merapi tahun 2006 ini, namun dari pengalaman pada letusan-letusan sebelumnya, lama letusan diperkirakan maksimal lima hari.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006