Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengingatkan bahwa pekerja migran Indonesia (PMI) yang ditempatkan secara ilegal rentan mengalami eksploitasi dan berbagai risiko lain termasuk kekerasan fisik.

"Dalam dua tahun terakhir BP2MI menangani PMI terkendala 80.099 orang, mereka yang dideportasi dari luar negeri. Mereka adalah 95 persen, yang bisa dikatakan, yang dulu berangkat secara tidak resmi," ujar Benny dalam konferensi pers di Kantor BP2MI di Jakarta, Selasa.

Baca juga: BP2MI: Pencegahan PMI ditempatkan ilegal perlu peran berbagai pihak

BP2MI dalam periode yang sama juga menangani 3.060 tenaga kerja Indonesia (TKI) yang sakit dan pemulangan peti jenazah 1.459 PMI yang meninggal dunia di luar negeri.

Dia mengingatkan bahwa pekerja migran yang berangkat tidak sesuai dengan prosedur penempatan yang ada memiliki berbagai risiko, mulai dari sisi legal karena berada di wilayah negara lain secara ilegal akibat tidak memiliki dokumen lengkap sebagai pekerja.

"Mereka dapat mengalami masalah-masalah ekonomi dan sosial karena yang tidak resmi rentan mengalami eksploitasi, kekerasan fisik, kekerasan seksual, gaji yang tidak dibayar secara penuh karena memang tidak pernah terikat perjanjian kerja, PHK sepihak," katanya.

Baca juga: Kemenaker dan BP2MI lebih berhati-hati dan taati aturan pekerja migran

Tanpa adanya dokumen penempatan, menurut dia, PMI juga rentan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) karena dapat diperjualbelikan dari majikan satu ke majikan lain.

BP2MI baru-baru berhasil menggagalkan pemberangkatan 160 calon PMI ke Arab Saudi, setelah melakukan inspeksi ke sebuah lokasi penampungan di Kota Bekasi, Jawa Barat, pada 29 September 2022.

Baca juga: BP2MI: Pemda bisa proteksi pekerja migran Indonesia sejak di hulu

Penempatan tersebut diduga dilakukan oleh sebuah perusahaan yang izinnya saat ini tengah dikenai sanksi penghentian kegiatan sementara oleh Kementerian Ketenagakerjaan karena tidak mengindahkan larangan penempatan PMI pada pengguna perseorangan ke negara-negara kawasan Timur Tengah.

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022