Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (DPP APPSI) Sudaryono mengungkapkan bahwa peraturan mengenai domestic market obligation (DMO) tidak banyak memengaruhi kelangkaan minyak yang beredar di pasar.

"Masih sama. Peraturan pertama soal subsidi, kemudian 'DMO', kondisinya tidak banyak berubah," kata Sudaryono dalam persidangan dugaan korupsi izin ekspor minyak kelapa sawit mentah di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa.

Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika hakim bertanya apakah setelah peraturan mengenai "DMO" diimplementasikan, masih terjadi kelangkaan minyak goreng.

DMO merupakan kebijakan dari Kementerian Perdagangan yang mewajibkan para pengusaha untuk memenuhi pasokan minyak goreng dalam negeri dengan harga penjualan yang ditentukan atau domestic price obligation (DPO) sebelum melakukan ekspor.

Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah kelangkaan dan menekan harga minyak goreng di pasaran.

Baca juga: Sidang dakwaan eks Dirjen Kemendag dalam perkara minyak goreng ditunda

Baca juga: Mantan Mendag Muhammad Lutfi tak hadir di sidang korupsi minyak goreng


Sudaryono mengungkapkan bahwa pihaknya sempat mengajukan protes kepada Kementerian Perdagangan ketika muncul peraturan mengenai subsidi minyak goreng. Protes tersebut ia utarakan karena pendistribusian yang menggunakan ritel modern.

"Kami protes karena pendistribusian nya menggunakan ritel modern yang sangat merugikan pedagang pasar tradisional," ucap Sudaryono.

Kementerian Perdagangan mendistribusikan subsidi minyak goreng menuju ritel modern karena administrasi yang lebih lengkap, kata Sudaryono. Terkait hal tersebut, Sudaryono mengatakan bahwa pihaknya mengajukan protes dengan keras.

"Kami protes keras. Kami sampai berkirim surat dan melakukan konferensi pers," ucap Sudaryono.

Lantas, satu minggu setelah pihaknya mengajukan protes, terdapat perubahan peraturan, yakni munculnya peraturan DMO dan DPO dan klasifikasi tiga jenis minyak goreng, yakni minyak goreng dengan kemasan premium dengan harga Rp14.000 per liter, kemasan sederhana (Rp13.500 per liter), dan curah (Rp11.500 per liter).

"Kami sebagai asosiasi pedagang pasar, kan kami di hilir, berhadapan langsung dengan konsumen. Untuk sebab kelangkaan, yang bisa kami pastikan bahwa supply ke pasar memang tidak ada dan sangat minim. Tapi, kalau kira-kira penyebabnya apa, itu bukan kapasitas saya untuk mengomentari," ujar Sudaryono.

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022