Pernikahan yang dipaksakan antara korban dan pelaku juga berpotensi menimbulkan masalah sosial
Jakarta (ANTARA) - Lembaga swadaya masyarakat (LSM) The Indonesian Institute (TII) meminta aparat penegak hukum (APH) yang menangani kasus-kasus kekerasan memiliki perspektif gender.

"Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi hak korban dan memproses hukuman yang sesuai bagi pelaku kekerasan adalah dengan mengedukasi aparat penegak hukum agar lebih berperspektif gender," kata peneliti TII Nisaaul Muthiah dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Hal tersebut dikatakannya merespons kasus kekerasan seksual di lingkungan Kementerian Koperasi dan UKM yang terjadi 2019.

Kasus tersebut berakhir dengan menikahkan korban kekerasan seksual dengan pelaku. Padahal, menurut dia, solusi menikahkan korban kekerasan seksual dengan pelaku adalah kesalahan besar.

Dikatakannya, tindakan yang memilih untuk menikahkan korban kekerasan seksual dengan pelaku menunjukkan sikap penegak hukum dan sebagian masyarakat yang tidak berperspektif korban.

Baca juga: Staf Ahli: Pemberdayaan perempuan minimalkan kekerasan-diskriminasi

Baca juga: Wapres minta Menag dan Mensos buat pola pencegahan kekerasan


"Hingga saat ini, korban kekerasan tersebut masih mengalami trauma. Pernikahan yang dipaksakan antara korban dan pelaku juga berpotensi menimbulkan masalah sosial lain dalam keluarga," papar Nisaaul.

TII pun mendorong agar kasus tersebut ditangani dengan menggunakan UU TPKS.

"Korban berhak atas hak penanganan, perlindungan dan pemulihan yang tertera dalam UU TPKS. Begitu pula para pelaku patut diberi hukuman yang setimpal dengan perbuatannya," katanya.

Menurut Nisaaul, ada banyak kejadian serupa yang penanganan-nya justru dengan menikahkan korban dengan pelaku. Langkah tersebut, kata dia, tidak dapat dibenarkan.

TII mendorong masyarakat, terutama perempuan, untuk berani melaporkan tindak kekerasan yang dialami atau disaksikannya. Langkah tersebut juga perlu diimbangi dengan penanganan kasus oleh APH yang berperspektif gender.

"Dengan begitu, harapannya tindak kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual dapat dihapuskan pelan-pelan," katanya.

Baca juga: KPPPA: Jangan kucilkan anak korban kekerasan seksual

Baca juga: Nadiem minta pelaku kekerasan seksual di kampus dapat sanksi tegas

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022