Jakarta (ANTARA) - Ketika gelap menggelayuti ekonomi dunia yang dampaknya akan bertransmisi ke Indonesia, wacana pro dan kontra mengenai urgensi pembangunan Ibu Kota Nusantara semakin menghangat.

Dunia sedang memasuki era VUCA (volatility, uncertainty, complexity, ambiguity), sebuah era dengan dinamika yang cepat, tidak terprediksi, dan sulit dikendalikan.

Namun, urgensi IKN perlu kembali dilihat pada visi besarnya yakni untuk membuka gerbang peradaban baru guna menggalang Indonesia Maju pada 2045.

Pemerintah pun mengimplementasikan pembangunan IKN tanpa meninggalkan beban berat pada anggaran negara, karena komposisi pembiayaan IKN sebanyak 20 persen dari APBN dan 80 persen dari investasi.

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) kerap menunjukkan keseriusannya untuk merealisasikan pemindahan ibu kota dari Jakarta di Pulau Jawa ke Nusantara di Kalimantan Timur (Kaltim).

Gagasan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta pertama kali disuarakan oleh Presiden ke-1 RI, Soekarno, yang ingin memindahkan pusat pemerintahan ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Di era pemerintahan Presiden ke-2 RI, Soeharto, turut timbul wacana pemindahan IKN dari Jakarta ke Jonggol, Jawa Barat.

Selanjutnya, di era Presiden ke-5 RI Susilo Bambang Yudhoyono, wacana pemindahan IKN kembali muncul seiring dengan Jakarta yang selalu dilanda banjir dan kemacetan akut. Namun semua rencana itu tak kunjung terwujud.

Di era Presiden Jokowi, DPR menuntaskan kerja politiknya dengan menyetujui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Pemerintah juga dengan cepat menyusun peraturan turunan UU tersebut sekaligus membentuk Badan Otorita IKN.

Jokowi tampaknya ingin menjadikan IKN sebagai tonggak sejarah (milestones) transformasi Indonesia, sekaligus menjadi warisan dua periode kepemimpinannya.

Seluruh cita-cita adiluhung mengenai sebuah ibu kota negara termuat dalam konsep besar Nusantara.

Keseriusan Jokowi juga ditunjukkan dari frekuensi kunjungannya ke IKN, Kalimantan Timur. Di tahun ini saja, Jokowi sudah dua kali mengunjungi IKN dengan substansi kunjungan yang cukup monumental.

Pada Maret 2022, Jokowi mengumpulkan para gubernur se-Indonesia sekaligus mengajak mereka untuk berkemah di kawasan perbukitan yang akan menjadi titik nol IKN.

Pada akhir Oktober 2022, Jokowi juga menjajal jalur laut dari Balikpapan menuju Penajam Paser Utara, yang menjadi lokasi IKN, guna menyusuri jalur logistik ibu kota baru.

Penyusuran jalur logistik itu guna memastikan IKN dapat menjadi pusat pertumbuhan baru ekonomi Indonesia.

Jokowi juga menghadiri langsung jajak pasar Ibu Kota Nusantara bertajuk “IKN: Sejarah Baru Peradaban Baru” pada 18 Oktober 2022 di Jakarta.

Dalam forum yang dihadiri investor dalam dan luar negeri itu, Jokowi secara spesifik menawarkan berbagai lokasi di IKN yang potensial dan prospektif untuk menjadi target investasi, sekaligus “menodong” langsung para calon investor untuk segera merealisasikan komitmennya.

 

Urgensi IKN

Proses pemindahan IKN telah dimulai sejak dimasukkannya proyek bernilai Rp466 triliun ini dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.

Pada 18 Januari 2022, rapat paripurna DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 3 Tentang Ibu Kota Negara.

Melihat keseriusan dan gerak cepat Jokowi, perlu dipahami urgensi pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Nusantara.

Jokowi menekankan IKN akan menjadi showcase atau ruang pamer transformasi Indonesia.

IKN yang ditargetkan rampung pada 2045 juga akan sejalan dengan pembangunan menuju cita-cita Indonesia Maju pada 2045. Pada 100 tahun peringatan kemerdekaan Indonesia itu, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi dapat menjadi lima besar dunia. Pada 2045, Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia diproyeksikan sebesar 23.119 dolar AS.

Transformasi ekonomi membutuhkan perubahan konkret di berbagai bidang. Pembangunan IKN menjadi salah satu kendaraan bagi pemerintah untuk mempercepat transformasi itu.

Transformasi itu diwujudkan dengan membangun kota modern, kota pintar, kota ramah lingkungan di IKN untuk masa depan Indonesia.

Karena itu, IKN akan mencerminkan daya dukung infrastruktur yang memadai, regulasi yang efektif, hingga birokrasi yang efisien.

IKN juga akan didukung oleh sumber daya ekonomi hijau dengan pemanfaatan kendaraan listrik dan pembangkit listrik energi baru dan terbarukan, bukan lagi berbahan fosil.

Urgensi yang kedua adalah mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan merata di seluruh Indonesia, termasuk di kawasan timur.

Selama ini, kota-kota besar di Pulau Jawa seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung dikenal sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi. Segala kebijakan nasional juga bersumber dari para elite di Jakarta.

Pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa diharapkan mendorong perdagangan antar wilayah, mendorong investasi di provinsi ibu kota negara baru, dan provinsi sekitarnya serta mendorong diversifikasi ekonomi.

Dengan begitu, tercipta efek pengganda ekonomi dan terciptanya sektor non-tradisional di berbagai wilayah luar Jawa.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), selama ini, sebesar 59 persen perputaran ekonomi Indonesia berada di Pulau Jawa. Sementara, Pulau Kalimantan hanya menyumbang 8,05 persen perputaran ekonomi nasional, Sulawesi 6,3 persen, Maluku-Papua 2,24 persen, Bali-Nusa Tenggara 3,6 persen dan Sumatera 21,3 persen.

Urgensi ketiga adalah beban berat yang dipikul DKI Jakarta sebagai ibu kota negara selama ini.

Kondisi Jakarta yang terus mengalami penurunan tanah, kemacetan akut, kepadatan pemukiman, dan berbagai hal memicu peningkatan tingkat kriminalitas dan menurunnya kualitas hidup.

Kemacetan lalu lintas di Jakarta, menurut riset Bank Dunia pada 2019 telah mengakibatkan kerugian ekonomi sebesar Rp65 triliun per tahun. Jakarta berada di peringkat 10 sebagai kota termacet di Asia. Akibat kemacetan tersebut, peningkatan 1 persen urbanisasi di Indonesia hanya bisa meningkatkan 1,4 persen Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan biaya memperbaiki Jakarta akan lebih mahal ketimbang pemerintah membuat ibu kota baru.

Sementara itu, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebutkan sudah terdapat Rp200 triliun investasi akan masuk dalam proyek pembangunan ibu kota Nusantara (IKN) pada tahap pertama. Komitmen investasi yang sudah datang berasal dari Uni Emirat Arab (UEA), China, Korea Selatan, dan Taiwan.

"Kami targetkan pada 2023 mereka (UEA) akan masuk di IKN, yang sudah firm itu 20 miliar dolar AS, yang sudah oke. Dan mereka akan masuk IKN dan beberapa investasi di sektor yang lain," kata Bahlil

Sementara itu, sejumlah negara Eropa telah menyampaikan penawaran dan sebagian bahkan telah dibawa kepada Presiden Jokowi.

 

Jaga komitmen

Dengan berbagai urgensi tersebut, perlu ada kesepahaman mengenai pentingnya mendorong pembangunan IKN.

Apalagi, proyek ini sudah memiliki landasan hukum dengan terbitnya UU IKN yang didukung 93 persen dari total anggota fraksi di DPR.

UU Nomor 3 Tahun 2022 itu juga bersifat lex spesialis. Dengan begitu, seluruh ketentuan yang diatur secara khusus dalam UU IKN, maka pengaturan secara umum (lex generalis) dalam UU lain tidak berlaku terhadap UU IKN.

Namun, keberlanjutan pembangunan IKN seyogyanya tidak mengalahkan program-program lain pemerintah yang teramat penting untuk kesejahteraan masyarakat, terutama di tengah ancaman inflasi dan kenaikan suku bunga saat ini.

Pemerintah, dalam hal ini, setidaknya perlu menjaga komitmen untuk hanya menggunakan dana APBN sebesar 20 persen dari total kebutuhan biaya pembangunan IKN. Pemerintah perlu menepati janjinya untuk bekerja keras mencari investor guna membiayai IKN.

Dengan begitu, terwujudnya kota masa depan Nusantara akan menjadi tonggak sejarah bagi peradaban Indonesia.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022