Mataram (ANTARA) - Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat Komisaris Polisi Kadek Adi Budi Astawa menyatakan bahwa pihaknya siap menelusuri peran tersangka lain di kasus korupsi dana program rumah tahan gempa (RTG) Desa Sigerongan tahun 2018.

"Kami siap menindaklanjuti penelusuran peran tersangka lain, kalau memang itu yang menjadi petunjuk jaksa dalam tuntutan terdakwa Indrianto," kata Kadek Adi di Mataram, Kamis.

Dia berharap penelusuran peran tersangka lain itu mendapat dukungan dari pihak kejaksaan sesuai yang telah diuraikan dalam tuntutan terhadap terdakwa Indrianto.

"Karena memang secara administrasi kami belum ada terima petunjuk dari jaksa. Kalau soal hasil penelitian jaksa sebelumnya, berkas milik Indrianto itu sudah dinyatakan lengkap tanpa ada petunjuk pengembangan ke tersangka lain," ujarnya.

Apabila ada petunjuk atau pun arahan dari putusan pidana Indrianto perihal pengembangan untuk mengungkap peran tersangka lain, Kadek Adi memastikan pihaknya akan kembali membuka berkas dan menelusuri alat bukti yang mengarah pada keterlibatan orang lain.

"Memang di berkas penyidikan Indrianto, dua orang yang disebut dalam tuntutan jaksa turut menikmati itu ada. Mereka memberikan keterangan sebagai saksi," ucap dia.

Saat menangani berkas penyidikan Indrianto, jelas Kadek Adi, penyidik tidak menemukan alat bukti yang menguatkan peran kedua orang tersebut turut menikmati kerugian negara.

"Makanya, kalau pun nanti ada pendalaman, pengembangan, sesuai arahan jaksa, kami akan lakukan pemeriksaan tambahan kepada mereka," kata Kadek Adi.

Indrianto dalam kasus korupsi dana program RTG Desa Sigerongan berperan sebagai Bendahara Kelompok Masyarakat (Pokmas) Repok Jati Kuning. Pokmas tersebut bertugas menyalurkan bantuan pemerintah untuk perbaikan dan pembangunan rumah warga yang terdampak gempa di tahun 2018.

Pokmas Repok Jati Kuning saat itu mendapatkan tugas untuk menyalurkan bantuan berupa material dengan dukungan anggaran Rp1,79 miliar untuk 70 kepala keluarga terdampak bencana gempa di Desa Sigerongan, Kabupaten Lombok Barat.

Pencairan dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama disalurkan Rp500 juta, tahap kedua Rp750 juta, dan tahap ketiga Rp90 juta.

Namun, setelah anggaran masuk kantong pokmas, sejumlah warga yang terdaftar sebagai penerima tidak kunjung mendapatkan bantuan.

Terungkap dari hasil penyidikan kepolisian, uang tersebut telah dinikmati Indrianto yang berperan sebagai bendahara pokmas. Hal itu pun yang mengakibatkan proyek RTG di Desa Sigerongan terhambat.

Dari persoalan tersebut, kasus Indrianto kini bergulir di meja persidangan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram. Pada Rabu (26/10), perkara milik Indrianto masuk dalam agenda sidang tuntutan.

Jaksa penuntut umum meminta majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman pidana kepada Indrianto selama 5,5 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 4 bulan kurungan.

Jaksa menyampaikan tuntutan demikian dengan menyatakan perbuatan terdakwa Indrianto terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, sesuai isi dakwaan primair.

Dalam tuntutan, jaksa turut membebankan terdakwa Indrianto untuk membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp459 juta subsider 2,5 tahun penjara.

Kepada majelis hakim, jaksa menuntut agar seluruh barang bukti dalam perkara ini dikembalikan ke penyidik untuk kebutuhan pengembangan perkara kepada pengurus pokmas yang turut menikmati keuntungan dari munculnya kerugian negara, yakni M. Abadi dan Mahdi Rahman.

Menurut jaksa, Indrianto bersama M. Abadi, dan Mahdi Rahman secara bersama-sama mengambil keuntungan dari penugasan sebagai pengurus pokmas dengan menghabiskan sebagian anggaran yang seharusnya menjadi hak warga terdampak gempa untuk berjudi dan membeli kebutuhan pribadi.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022