Badai, angin ribut, dan gelombang tinggi di Laut Jawa dan Selat Makassar tetap harus ditembus ...
Banjarmasin (ANTARA) - Pemilihan umum (pemilu) bagi sebagian masyarakat di pedalaman dan pesisir merupakan suatu hal yang terkadang menjadi beban.

Bagaimana tidak? Pada saat sedang bercocok tanam di kebun untuk memenuhi keperluan makan sehari-hari, mereka harus meninggalkan lahan untuk mendengarkan sosialisasi tentang pemilu atau datang untuk mencoblos di tempat pemungutan suara (TPS).

Menanam singkong atau palawija dan padi menjadi tugas pokok mereka dalam memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga.

Meski harus menunggu berbulan-bulan baru bisa dipanen, petani di daerah pesisir selatan Kabupaten Kotabaru itu tidak mau absen atau libur untuk tidak ke kebun.

Singkong dan padi wajib ditanam di kebun karena menjadi makanan pokok bagi mereka. Selain tanaman pisang, cabai dan sayur-mayur juga dibudidayakan untuk melengkapi kebutuhan dapur.

Begitu juga dengan para nelayan. Bagi mereka, hampir tidak ada kata libur untuk menangkap ikan di laut, kecuali bila ada keluarga yang sakit atau meninggal dunia. Masa berduka seperti itulah mereka baru libur sejenak untuk tidak melaut.

Dalam keseharian, mereka terus berjibaku di tengah gulungan ombak laut yang ganas untuk mendapatkan ikan demi mencukupi kebutuhan keluarga. Libur sehari berarti hari itu dapur tidak mengepul.

Mereka sangat bergantung pada laut, hasil ikan yang ditangkap dijual langsung ke pengepul dan sebagian lainnya untuk lauk keluarga.

Hasil penjualannya digunakan untuk membayar biaya sekolah anak-anak mereka dan keperluan rumah tangga.

Petani dan nelayan tradisional semacam ini jumlahnya cukup banyak di Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan.

Khususnya di lima kecamatan dari 22 kecamatan di Kabupaten Kotabaru atau sekitar 350 kilometer sebelah tenggara Kota Banjarmasin, Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan.

Kabupaten Kotabaru dengan wilayah 9.442 km² yang terdiri atas 114 pulau besar dan kecil memiliki luas hampir sepertiga wilayah Kalimantan Selatan.

Petani dan nelayan tradisional banyak menghuni pulau-pulau yang bisa dijadikan tempat tinggal dan keseharian beraktivitas.

Karena kesibukan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebagian masyarakat tidak sempat bergaul atau beradaptasi dengan dunia luar.

Mereka selalu berinteraksi dengan komunitasnya, bahkan dalam berkomunikasi pun mereka selalu menggunakan bahasa daerah, bahasa Mandar dan Bugis.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kotabaru Zainal Abidin mengaku mengalami kesulitan dalam melakukan sosialisasi tentang Pemilihan Umum 2024.

Ada komunikasi yang terputus dalam menyosialisasikan tahapan-tahapan Pemilu 2024 kepada masyarakat di daerah pesisir seperti, Kecamatan Pulau Laut Barat, Pulau Laut Selatan, Pulau Laut Kepulauan, Pulau Laut Tanjung Selayar, dan Pulau Sembilan.

Karena,  sebagian masyarakat yang tinggal di pesisir tidak mengerti bahasa Indonesia maupun bahasa Banjar yang menjadi bahasa keseharian bagi masyarakat di Kotabaru.

Mereka juga tidak mengerti tentang media sosial karena di daerah tersebut juga ada yang tidak ditemukan sinyal telekomunikasi sehingga tidak mengerti yang namanya telepon seluler.

Padahal sosialisasi melalui media sosial (medsos) menjadi salah satu alternatif yang efisien dan efektif untuk menembus semua kalangan masyarakat di berbagai lokasi.

Namun masyarakat yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan nelayan tradisional di pesisir selatan Kotabaru itu tidak mengerti medsos bahkan dalam keseharianya pun hanya menggunakan bahasa Mandar dan Bugis.

Sementara komisioner KPU dan timnya tidak menguasai bahasa mereka.

Namun sebagai penyelenggara pemilu, KPU tidak bisa pasrah. KPU perlu merekrut warga yang bisa menguasai bahasa Mandar dan Bugis sebagai juru bahasa guna memuluskan program sosialisasi tahapan pemilu agar komunikasi antara tim komisioner dan masyarakat nyambung.

Selain masalah kendala bahasa, komisioner KPU juga masih menjumpai masyarakat pesisir yang belum mengerti jumlah partai politik peserta pemilu dan cara menyalurkan hak suaranya melalui pemilihan umum.

Mereka bahkan bertanya kepada komisioner bolehkah dia memilih salah satu partai yang disenangi, walaupun partai tersebut tidak terkenal dan tidak ada orang yang mereka kenal.

Warga yang dikunjungi tim tersebut tidak mengerti bahwa pesta demokrasi atau waktu untuk menyalurkan hak suaranya baru akan digelar pada tahun 2024.

Komisioner KPU Kotabaru mempersilakan warga memilih partai atau calon pemimpin dari salah satu partai yang disukai, tetapi bukan saat ini (sosialisasi) melainkan nanti saat Pemilu 2024.

Karena minimnya pengetahuan tentang pemilu, kondisi masyarakat tersebut dikhawatirkan dapat dimanfaatkan oleh oknum dengan cara memanipulasi atas ketidaktahuan mereka.

Mereka mudah dipengaruhi dengan diberi imbalan sesuatu agar memilih salah satu calon atau partai tertentu.

Jadi, harus ada tekad kuat untuk mengedukasi masyarakat dalam menyampaikan tahapan-tahapan pemilu kepada masyarakat pesisir agar pemilu tetap jujur, adil, langsung, bebas, dan rahasia.

Apabila hal itu tidak dimiliki oleh komisioner atau timnya, dikhawatirkan angka partisipasi masyarakat dalam pemilu nanti rendah.

Atau bahkan hasil pemilu dikhawatirkan kurang mendapatkan legitimasi masyarakat.

Menjadi sebuah keniscayaan bagi penyelenggara pemilu untuk mengedukasi masyarakat agar pemilu bisa menjadi sesuatu yang ditunggu-tunggu untuk memilih wakilnya di parlemen dan pemimpin bangsa ini.

Pilihan mereka menentukan masa depan bangsa Indonesia pada 5 tahun ke depan.

Edukasi
Ketua Program Studi Sosiologi FISIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin Dr. Setia Budhi mengakui masih banyak masyarakat kurang mengerti proses pemilu sehingga penting mengedukasi masyarakat  agar paham akan hak dan kewajibannya.

Edukasi bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan menjadi bagian dari partai politik, lembaga pembuat kebijakan (DPRD), media masa, LSM, dan pemangku kepentingan lain.

Warsa 2024 menjadi tahun yang penting karena masyarakat Indonesia akan melaksanakan pemilihan kepala daerah, anggota legislatif, anggota DPD, dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Sudah saatnya semua pihak mencari cara untuk meningkatkan partisipasi pemilih dalam Pemilu 2024.

KPU dan Bawaslu menjadi ujung tombak suksesnya Pemilu 2024 sebagai kontestasi politik elektoral yang lebih berkualitas.

Pantang menyerah
Selain masalah bahasa, penyelenggara pemilu juga menemui masalah lain, yakni sulitnya menembus desa atau daerah terutama yang ada di pulau-pulau kecil.

Cuaca buruk atau gelombang tinggi sering dihadapi komisioner dan tim saat ke lapangan untuk mendatangi warga agar mengerti tentang pemilu.

Blank spot atau daerah tidak ada sinyal telekomunikasi masih banyak di temui di daerah kecamatan dan pulau di Kabupaten Kotabaru yang terdiri atas 114 pulau ini.

Misalnya, Kecamatan Pulau Sembilan, salah satu kecamatan yang terdiri atas lima desa itu, hanya bisa dituju dengan transportasi kapal dengan waktu tempuh sekitar 10 jam atau lebih dari Dermaga Kotabaru.

Daerah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, itu hanya dilayani kapal perintis sebulan dua kali pelayaran.

Dalam kondisi tertentu ketika terjadi cuaca buruk atau ekstrem, kapal tidak diizinkan untuk berlayar sehingga masyarakat harus tetap bertahan di daerah tersebut.

Semua aktivitas masyarakat yang hendak bepergian atau sekadar untuk berbelanja bahan makanan juga harus menunggu hingga cuaca membaik.

Kondisi semacam ini terkadang terjadi hingga berhari-hari dan berdampak pada naiknya harga bahan pokok karena stok mulai menipis.

KPU sebagai penyelenggara pemilu tidak boleh menyerah dan harus memiliki tekad kuat melaksanakan tahapan pemilu seperti sosialisasi dan verifikasi faktual ke daerah kepulauan, sesulit apa pun kondisinya.

Badai, angin ribut, dan gelombang tinggi yang terjadi di Laut Jawa dan Selat Makassar tetap harus ditembus demi masyarakat benar-benar memahami arti pentingnya pemilu.

Tekadnya hanya satu, menyukseskan Pemilu 2024, yang antara lain ditandai dengan partisipasi masyarakat  yang tinggi dalam hajatan akbar politik tersebut.

Tingkat partisipasi pemilih Kabupaten Kotabaru pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kotabaru Tahun 2020 sebesar 72,41 persen dari 209.201 pemilih.

Capaian tersebut lebih rendah dibandingkan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 78,76 persen dari total pemilih sebanyak 223.136 jiwa.

KPU berharap tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2024 nanti lebih tinggi dari Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019.

Menurut Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan Komisi Pemilihan Umum Kalimantan Selatan Dr. H. Nurzazin, melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, KPU wajib mengedukasi publik tentang proses demokrasi yang sehat.

Adapun mediumnya, antara lain, melalui perguruan tinggi, sekolah, organisasi kemasyarakatan, media masa, dan media sosial.

Tanggung  jawab besar itulah yang mengharuskan komisioner KPU pantang menyerah menemui masyarakat meskipun medan yang dihadapi berliku, berangin, dan bergelombang.  






Editor: Achmad Zaenal M


 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022