Kendari (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo membagikan strategi penanganan kasus stunting atau gagal tumbuh kembang anak akibat gizi kronis di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Terdapat empat strategis dalam Perpres Nomor 42 Tahun 2018 yakni menjadikan perbaikan gizi sebagai arus utama pembangunan SDM, sosial budaya, dan perekonomian; kedua, meningkatkan kapasitas dan kompetensi SDM baik pemerintah mau pun swasta.

Ketiga, peningkatan intervensi berbasis bukti; dan keempat peningkatan partisipasi masyarakat yang mendukung perilaku sadar gizi, katanya di Kendari, Senin.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo melakukan kunjungan kerja di Sulawesi Tenggara menyampaikan strategis yang dilakukan pemerintah dalam upaya mencegah dan menurunkan angka stunting dalam rapat koordinasi bersama TIM Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dan Satgas Percepatan Penurunan Stunting (PPS) se-Sultra.

Baca juga: Korem 143/Haluoleo bagikan bansos kepada keluarga stunting di Sultra

Baca juga: BKKBN-Dharma Pertiwi gencarkan kampanye pencegahan stunting di Sultra


Dalam kesempatan itu, Hasto memaparkan strategis pemerintah dalam upaya menekan angka stunting agar bisa turun 14 persen berdasarkan target nasional.

Ia juga menyampaikan lima pilar dalam strategi nasional (stranas) penanganan atau pencegahan stunting, pertama komitmen dan visi pemimpinan tertinggi negara; kedua adalah kampanye nasional berfokus pada pemahaman perubahan perilaku, komitmen politik, dan akuntabilitas.

Ketiga, kata Hasto, konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program nasional, daerah, dan masyarakat; keempat mendorong kebijakan ketahanan pangan; dan kelima pemantauan dan evaluasi.

"Penjabaran strategis nasional tersebut dituangkan ke dalam Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia atau RAN PASTI yang sudah dilakukan di semua provinsi," ujar dia.

Hasto juga menyampaikan tujuh layanan konvergensi percepatan penurunan stunting di desa yakni kesehatan ibu dan anak, konseling gisi, air bersih dan sanitasi, perlindungan sosial, pendidikan melalui PAUD pengasuhan anak di keluarga dan pendayagunaan lahan pekarangan.

"Secara nasional angka stunting saat ini mencapai 24,4 persen berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia atau SSGI 2021. Sementara angka stunting di Provinsi Sultra saat ini mencapai 30,2 persen atau masih jauh lebih besar dari angka nasional," paparnya.

Angka kasus stunting di Sultra tersebut sekaligus menempatkan daerah penghasil tambang nikel itu menjadi satu dari 12 provinsi dengan prevalensi angka stunting tertinggi di Indonesia, atau Sultra menempati urutan ke-5 secara nasional dengan kasus Stunting.

"Jika dilihat data per kabupaten/kota maka yang tertinggi berada di Kabupaten Buton Selatan sebesar 45,2 persen. Ini berarti hampir setengah dari balita yang ada terindikasi stunting, sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Kolaka Timur, itu pun masih sebesar 23 persen," ujar dia.

Menurutnya, TPPS Sultra yang dikomandoi oleh Wakil Gubernur Sultra Lukman Abunawas harus bekerja keras untuk menekan atau menurunkan angka stunting sesuai target nasional yakni 14 persen hingga 2024.

"Ini tugas besar Wagub bersama timnya, semoga Sultra yang memiliki berbagai sumber daya alam ini bisa menurunkan angka stunting minimal mendekati angka target nasional," kata Hasto.

Peserta rapat koordinasi TIM Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dan Satgas Percepatan Penurunan Stunting (PPS) se-Sultra diikuti 178 peserta terdiri dari TPPS provinsi, tim sekretariat.*

Baca juga: Kemenko PMK motivasi TPPS Sultra percepat penurunan stunting

Baca juga: 15 kelurahan di Kendari-Sultra ditetapkan lokus penanganan "stunting"

Pewarta: Muhammad Harianto/Suparman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022