Jakarta (ANTARA News) - Pihak Departemen Luar Negeri (Deplu) dan Michael L`estrange, utusan khusus PM Australia John Howard, mengambil langkah bungkam kepada media massa ketika ditemui seusai pertemuan beragenda penjelasan kebijakan Australia memberi visa sementara kepada WNI asal Papua, di Jakarta, Jumat petang. "No comment," kata Desra Percaya, Juru Bicara Deplu. Desra menolak memberikan pernyataan terkait pertemuan antara Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dan L`estrange yang dilakukan di Gedung Deplu, di Jakarta itu. Ia hanya mengatakan bahwa dirinya tidak dapat memberikan informasi apapun. "Harus menunggu L`estrange melaporkan hasil pertemuan hari ini kepada PM Howard dan Menlu Alexander Downer," kata dia. Sementara itu di dalam negeri, lanjut Desra, Menlu Wirajuda juga harus melaporkan hasil pertemuannya dengan utusan Pemerintah Australia kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Aksi bungkam L`estrange itu tak urung membuat banyak wartawan lokal maupun asing merasa kecewa, karena mereka telah menunggu sejak Jumat siang, dan sang utusan tidak berkenan merespon pertanyaan-pertanyaan dari media massa. L`estrange tiba di Jakarta pada Jumat (21/4) dan langsung terbang kembali ke negerinya pada hari yang sama. Indonesia hingga kini masih menunggu sikap Pemerintah Australia tentang 42 WNI asal Papua dan kebijakan negeri itu pada masa mendatang dalam hal imigran ilegal. PM John Howard pada Selasa (18/4), menegaskan bahwa dirinya tidak akan meminta maaf kepada Indonesia mengenai keputusan pemberian visa sementara itu. Ia juga menyangkal pernyataan yang menyebutkan keputusan Australia untuk memperketat kebijakan pengungsi merupakan upaya untuk "meredakan" kemarahan Indonesia. "Kita memang membuat sejumlah perubahan dan bila itu ternyata berkontribusi terhadap perbaikan hubungan bilateral, ya itu hal yang baik," ujarnya. Howard juga mengungkapkan rencananya untuk berbicara langsung dengan Presiden Yudhoyono setelah Kepala Departemen Urusan Luar Negeri Michael L`Estrange bertemu Menlu Wirajuda. Puluhan orang yang tergabung dalam Front Penegak Demokrasi (FPD) menyambut L`estrange dengan melakukan unjuk rasa di depan kantor Deplu, di Jln. Pejambon, Jakarta, Jumat. "Kami meminta Pemerintah Indonesia bersikap tegas dan menuntut negeri itu memulangkan 43 orang warga Papua segera," kata salah satu demonstran dalam orasinya. Aksi yang dijaga oleh belasan petugas kepolisian tersebut berlangsung singkat, karena harus dibubarkan sesuai dengan peraturan undang-undang. Demonstran itu tidak mengantongi surat izin berdemonstrasi. Dari selebaran yang mereka usung, para pengunjuk rasa mendesak agar pemerintah memutuskan hubungan diplomatik dengan Australia selain imbauan agar Annike Wanggai - salah seorang warga asal Papua yang mendapat visa tersebut - dapat segera dipulangkan ke Tanah Air. Sementara itu khusus tentang keadaan ibunda Annike Wanggai, yakni Siti Fadillah Wanggai, Jubir Deplu mengaku telah berbicara via telepon dengan Siti pada akhir pekan lalu. "Tidak ada tekanan, Siti masih berada di Indonesia, di suatu tempat yang aman," kata Desra. Ketika ditanya apa langkah-langkah pemerintah untuk memulangkan Annike, Desra hanya menjawab, "Ada langkah lanjutan, tetapi tidak saya ungkapkan sekarang, mungkin dalam beberapa hari ke depan. Tentunya lewat jalur diplomatik."(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006