Jakarta (ANTARA News) - Perbankan swasta menyatakan siap membantu membiayai pembangunan infrastruktur jalan tol, pembangkit listrik dan perkebunan pada 2006 bekerjasama dengan bank-bank BUMN melalui pinjaman sindikasi. "Kami siap memberikan dukungan pembangunan infrastruktur itu, asalkan ada jaminan pemerintah terhadap proyek yang akan dikerjakan," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, di Jakarta, Senin. Sebelumnya, pimpinan bank-bank BUMN (Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI) menyatakan kesiapan mereka membiayai pembangunan infrastruktur jalan tol, pembangkit listrik, dan perkebunan pada 2006 dengan mengalokasikan dana sekitar Rp7 triliun. Bank BUMN menjadi koordinator pembiayaan, yaitu BNI untuk sektor energi (proyek PLN), Bank Mandiri bagi infrastruktur proyek-proyek tol Jasa Marga dan Adhi Karya, dan Bank BRI untuk sektor pertanian dan perkebunan. Kostaman mengatakan pembangunan infrastruktur merupakan proyek jangka panjang yang membutuhkan dana besar, karena itu proyeknya harus jelas, sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. "Kami akan melihat dulu proyek itu apakah visible dan jelas, sehingga bisa terjadi kerjasama antara bank BUMN dan bank-bank swasta melaksanakan proyek melalui sindikasi loan," katanya. Dirut Bank Mandiri, Agus Martowardojo menyatakan pihaknya berkomitmen akan memberikan pembiayaan yang lebih besar, sepanjang proyek-proyek itu layak, termasuk adanya kepastian hukum dari pemerintah. "Kita punya minat tinggi membiayai infrastruktur, energi dan perkebunan, tetapi kita juga perlu tahu apa yang selama ini menjadi hambatan, sehingga proyek-proyek ini tidak `bankable`," kata Agus. Ia mengakui selama ini ada kekhawatiran terkait kemungkinan risiko pembiayaan yang akan salah alokasi, karena di satu sisi dana perbankan adalah jangka pendek, sedangkan pembiayaan pembangunan infrastruktur, energi dan perkebunan adalah jangka panjang. "Tentu tetap menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian, kita betul-betul menjalankan proes yang sehat," ujar Agus. Untuk mempercepat pembiayaan proyek-proyek infrastruktur tersebut, sebelumnya Wapres Jusuf Kalla mengatakan, harus merevisi regulasi Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) perbankan nasional. Wapres mengatakan perubahan BMPK itu menjadi kewenangan Bank Indonesia (BI). Hal itu katanya, menyangkut kekhawatiran kemungkinan akan terjadinya kredit bermasalah (non performing loan), jika digunakan untuk pembiayaan infrastruktur. Regulasi pembiayaan Menurut Agus, bank-bank BUMN akan memberi masukan kepada BI, termasuk aturan-aturan tentang pembiayaan proyek (project finance) yang bisa ditolerir BI. Menanggapi hal itu, Deputi Gubernur BI Miranda S. Goeltom, mengatakan, untuk BMPK pihaknya belum menerima usulan kelonggaran dari bank-bank BUMN. "Tapi kalau nanti BI sudah menerima usulan itu akan kita bahas. Kan, baru tiga hari Wapres mengatakan soal BMPK itu, kita tunggu saja," Miranda. Agus menambahkan secara historis peranan perbankan pada pembiayaan infrastruktur masih dominan, karena memiliki aset sekitar Rp1.300 triliun, jauh lebih tinggi aset pasar modal yang hanya sekitar Rp60 triliun. (*)

Copyright © ANTARA 2006