Kendari (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sulawesi Tenggara menyebut dampak gerhana bulan total dapat menyebabkan terjadi pasang air laut yang maksimal.

Kepala Stasiun Geofisika Kendari Rudin melalui telepon di Kendari, Selasa, mengatakan secara umum gerhana bulan total tidak akan menyebabkan dampak yang begitu membahayakan.

"Kalau untuk dampak sih tidak ada yang biasanya itu hanya terjadi pasang air laut maksimum. (Dampaknya, red.) tidak terlalu signifikan," katanya.

Ia menyampaikan pasang air laut maksimum terjadi ketika posisi Bulan, Bumi, dan Matahari berada pada satu garis lurus atau sejajar.

Dia menjelaskan pasang air laut maksimum yakni melebihi dari waktu yang seharusnya pada setiap harinya.

Meski begitu ia menyebut bahwa kondisi pasang air laut maksimum yang terjadi akibat gerhana bulan total tidak akan tinggi.

"Artinya kan setiap hari itu terjadi pasang surut, nah pasang maksimum itu melebihi dari pasang harian, tapi untuk mencapai meter itu nggak sampai," ujar dia.

Dia menambahkan fenomena penampakan gerhana bulan total (GBT) di Sulawesi Tenggara tertutup awan mengakibatkan tak bisa dilihat secara langsung atau dengan mata telanjang.

"Iya tidak bisa dilihat secara langsung karena keadaan cuaca yang berawan jadi tidak bisa diamati dengan mata telanjang," kata Rudin.

Baca juga: Pemantauan gerhana bulan total di Ambon diwarnai atraksi musik ukulele

Sebelumnya, BMKG pusat mengimbau masyarakat di wilayah pesisir mewaspadai pasang air laut semasa fenomena gerhana bulan total pada 8 November 2022.

"Masyarakat yang berada di pesisir atau pinggir laut perlu mewaspadai terjadinya pasang air laut yang lebih tinggi dari pasang normalnya," kata Pelaksana Tugas Kepala Pusat Seismologi Teknik, Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG Muzli saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.

"Gelombang pasang merupakan kejadian normal saat bulan purnama," katanya.

Ia menjelaskan gerhana bulan merupakan peristiwa terhalangnya proyeksi cahaya Matahari ke Bulan oleh Bumi.

"Peristiwa itu merupakan salah satu akibat dinamisnya pergerakan posisi Matahari, Bumi, dan Bulan. Ini hanya terjadi pada saat fase purnama dan dapat diprediksi sebelumnya," katanya.

Ia menambahkan gerhana bulan total terjadi saat posisi Matahari, Bumi, dan Bulan sejajar. Saat Bulan berada di umbra (bayangan inti) Bumi, Bulan akan terlihat berwarna merah sehingga disebut Blood Moon.

Dia mengatakan gerhana bulan total dapat disaksikan di sebagian wilayah Indonesia dan aman disaksikan tanpa memakai kaca mata khusus.

"Gerhana bulan total ini dapat disaksikan jika kondisi cuaca cerah berawan dan aman disaksikan oleh masyarakat dengan mata telanjang, tanpa harus menggunakan kaca mata khusus gerhana," katanya.

Baca juga: BMKG sebut awan menutup penampakan gerhana bulan total di Sultra
Baca juga: BMKG: Waspadai pasang air laut semasa gerhana bulan total
Baca juga: Gerhana bulan total aman disaksikan dengan mata telanjang

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022