Palembang, (ANTARA News) - Sekitar 60 persen dari 2,5 juta hektare hutan produksi di Sumsel hingga kini tidak miliki kayu lagi, tetapi hanya berupa semak belukar saja. Sekitar 60 persen hutan di Sumsel tidak berkayu lagi hanya berupa semak belukar, karena itu dijadikan hutan tanaman, kata Kepala Dinas Kehutanan Sumsel, Dodi Supriadi di Palembang, Senin (24/4). Menurut dia, karena hutan Sumsel tidak berkayu lagi maka program sekarang membangun hutan tanaman bisa untuk industri. Jadi, pemanfaatan hutan yang ada sekarang dibudidayakan dulu dengan tanaman industri seperti akasia, katanya. Lebih lanjut ia mengatakan, perambahan hutan di Sumsel cukup besar yakni orang masuk ke kawasan tanpa izin untuk kepentingan pribadi, seperti penebangan liar, serta membuat rumah dan kebun di dalam kawasan hutan. Perambahan hutan ini bukan dilakukan orang setempat tetapi pendatang dan hampir terjadi di semua kawasan, karena tidak ada pemangku kawasan, kata Dodi. Menurut dia, Sumber bencana penebang liar (Illegal logging) dan perambahan kawasan itu karena tidak ada pemangku kawasan dan ini tidak hanya terjadi di Sumsel, tetapi hampir peluruh provinsi di Indonesia. Sejak otonomi daerah pemangku kawasan diserahkan ke daerah, sementara untuk membentuk organisasi itu biayanya cukup mahal dan daerah tidak mampu untuk melakukannya. Sehubungan dengan itu pihaknya bakal mengusulkan ke Pusat, karena kalau hutan dikelola kabupaten dia tidak mampu membuat struktur organisasi sampai ke bawah akibatnya hutan terbuka yang sering dijadikan lahan sebagai tempat merambah hutan. Ia menyatakan, sejak 1990 sampai tahun 2000 rata-rata hutan yang rusak di Sumsel diperkirakan sekitar 70 ribu haktare per tahun. Jika tidak ada upaya mengorganisir kelembagaan yang bisa menanganinya dan upaya-upaya pencegahan serta reboisasi maka hutan itu bakal habis, katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006