Jakarta (ANTARA) - Pakar komunikasi Prof Dr Rudy Harjanto MSn mengatakan kesenjangan generasi dapat menyebabkan perbedaan tingkat adopsi teknologi digital.

“Salah satu faktor penyebab perbedaan tingkat adopsi teknologi berasal dari kesenjangan generasi, yang mana sekelompok orang secara perlahan beradaptasi atau bahkan menolak untuk mengadopsi teknologi dan lebih memilih metode saat ini atau sebelumnya, sebelum kedatangan teknologi baru. Ini seperti yang disampaikan oleh Calvo-Porral dan Pesqueira-Sanchez,” ujar Rudy dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.

Hal itu disampaikan Rudy dalam International Communication Conference (ICC-UP 2022) yang digelar oleh Universitas Pancasila, yang mengusung tema “Communication Inclusivity: Engaging Society and Digital”.

Baca juga: Adopsi teknologi komunikasi buka jutaan lapangan kerja

Rudy yang juga Dewan Penasihat LSPR itu menambahkan bahwa perbedaan pandangan antara teknologi sebagai pendukung produktivitas dan teknologi sebagai penghalang menciptakan kesenjangan hubungan.

"Kesenjangan hubungan ini adalah antara sikap dan tindakan orang-orang dari dua atau lebih generasi yang berbeda. Lebih tepatnya, kesenjangan antara mereka yang bisa beradaptasi dan mereka yang ingin tetap berada di zona nyaman mereka. Kesenjangan ini dapat menentukan perbedaan antara generasi muda dan generasi tua dalam hal sikap, perilaku, dan preferensi mereka. Politik, nilai, budaya populer, dan sektor lainnya mungkin berbeda,” kata Rudy.

Kemampuan teknologi individu yang tidak merata tersebut, menurut dia, juga membuat masyarakat lebih rentan terhadap kesalahpahaman, baik melalui kesalahpahaman tentang cara menggunakan teknologi atau bahkan terkait dengan gangguan yang disebabkan oleh teknologi itu sendiri.

Baca juga: Adopsi digital harus dibarengi generasi melek keuangan

"Ketersediaan informasi di masyarakat kita pada awalnya dapat dianggap sebagai kekuatan positif. Ini tidak diragukan lagi merupakan langkah besar dari kurangnya komunikasi yang dialami oleh generasi sebelumnya. Namun, masalah muncul ketika orang dihadapkan dengan lebih banyak informasi yang tidak dibutuhkan dibandingkan dari apa yang mereka butuhkan," kata Guru Besar Periklanan itu.

Oleh karena itu, untuk membangun kepercayaan maka diperlukan membuka dan mendengarkan orang lain yang mungkin tidak relevan dan setuju untuk belajar dari mereka, sehingga memungkinkan individu untuk memperluas pengetahuan mereka dan belajar dari satu sama lain, dan meningkatkan kesadaran dan pencerahan untuk keuntungan bersama. Faktor kunci dari pengirim untuk menciptakan upaya komunikasi yang bermakna adalah dengan menggunakan metode komunikasi persuasif yang memperhitungkan variabel-variabel yang mungkin menjadi penghalang bagi keberhasilan komunikasi.

Baca juga: Pemerintah terus dorong lembaga pendidikan adopsi digital

“Upaya komunikasi perlu dilakukan secara positif sebagai manusia, kita selalu memiliki pilihan untuk belajar sesuatu dari orang lain dengan membuka hati kita kepada mereka yang mungkin tidak setuju, dan memungkinkan kita untuk memperluas pengetahuan dan belajar dari satu sama lain, untuk membangun kesadaran dan pencerahan," kata dia.

 

Pewarta: Indriani
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022