Jakarta (ANTARA News) - PT PLN akan menerbitkan obligasi syariah (sukuk) senilai 2,0-2,5 miliar dolar AS untuk membangun pembangkit listrik tenaga batubara dengan kapasitas 2.000 MW. "Obligasi ini berjangka waktu lima tahun dan akan ditawarkan kepada investor dari negara-negara Timur Tengah," kata Komisaris Utama PT PLN, Alhilal Hamdi, di Kantor Kementrian BUMN, Jakarta, Selasa. Ia mengatakan penerbitan obligasi syariah itu diharapkan dapat terealisasi pada semester I 2006. "Saat ini prosesnya sedang dibicarakan atau dirapatkan dengan manajemnen PLN," kata Alhilal. Rapat juga menyusun pemilihan "arranger-arranger" yang mengikutsertakan lima perusahaan untuk mengikuti "beauty contest", yaitu ABN Amro, HSCB Syariah, Citigroup, dan Dubai Islamic Bank. Sementara bertindak sebagai penasehat keuangan adalah PT Danareksa. Dana tersebut, kata Alhilal, merupakan bagian dari rencana pemerintah untuk membiayai "crash program" PT PLN, yaitu menyediakan 10 pembangkit listrik berbahan batubara dengan kapasitas 10.000 MW sehingga penggunaan BBM untuk pembangkit listrik akan berkurang. Alhilal mengemukakan walaupun baru-baru ini PT PLN telah menandatangani kesepakatan dengan Bank of China untuk membangun pembangkit sekitar 8.000 MW, tetapi tender pembangkit yang 2.000 WM tetap dilakukan terbuka. Kesempatan yang sama untuk membangun pembangkit 2.000 MW tersebut juga diberikan ke negara lain seperti Jepang dan Eropa. Menurutnya, dalam penerbitan obligasi harus ada penjaminan asset. Oleh karena itu PLN akan menjaminkan pembangkit listrik Suralaya I-IV, Muara Karang, Sangguling, Grissik, dan Muara Tawar dengan nilai 4,5 miliar dolar AS. Ia mengharapkan keputusan tender sudah ada pada Juni 2006 dan pembangkit listrik mulai berproduksi pada triwulan pertama 2009. "Saya optimis PLN bisa membayar utang ini dalam tiga tahun setelah berproduksi, karena dengan adanya pembangkit batubara pemerintah bisa berhemat Rp34 triliun per tahun. (*)

Copyright © ANTARA 2006